Jumat 22 Februari 2013
15.30
Sebuah pesan singkat dari
Om/Paman/Paklik ku mendarat di layar HP Nokia 3500 classic-ku. Inti dari pesan
tersebut adalah beliau saat itu berada di Gedong Panjang dan sore ini akan
pulang ke Magelang, di akhir pesan tersebut terselip kata-kata “enaknya naik
apa?dari mana?”. Hmmmm……….sejenak berpikir untuk memberikan solusi paling tepat
bagi orang tua. Bagaimanapun kenyamanan dan kepastian lah yang harus diutamakan
apabila memberi saran ke orang lain (kecuali jika sang peminta saran tersebut
bertujuan untuk touring, sengaja mencari armada-armada langka nan unik)
hehehehehe…..
“Naik busway ke Pulo Gadung,
nanti ketemu di Pulo Gadung aja, pulang bareng” kurang lebih begitulah isi
pesan singkat reply-an ku. Memang sedari semalam aku belum menemukan alasan
yang tepat untuk melaksanaan kerjaan “kurang kerjaan” moving ratusan kilometer ini. Agaknya keberadaan Om yang memang ada
keperluan sedari Rabu hingga Jumat siang inilah yang bisa kujadikan “tameng”
buat alasan pulkam.
17.45 Aku tiba di Pulo Gadung,
kurang lebih perjalanan 45 menit sedari bell kebebasan (yang sering diikuti
update status TGIF) berdering. Rupanya Om-ku dan salah satu rekannya telah
lebih dulu sampai di Halte penurunan penumpang busway. Masing-masing dari
mereka membawa travelbag pertanda
akan melakukan perjalanan jauh. Dengan terpaksa kuajak mereka keluar dari
shelter dengan cara yang tidak semestinya, yaitu melompat dari titik yang
wajarnya dijadikan tempat busway “bersandar” untuk menurunkan penumpang.
Sengaja tidak menggunakan tangga yang menuju ke agen-agen bus malam untuk
menghindari pertanyaan-pertanyaan calo. Kendati sudah menghindari tempat
mangkal calo, masih saja ada dua orang yang menanyakan “Jawa…..Jawa……”. Ok kami
masuk ke dalam angkot KWK merah menuju Bekasi. Dari kesepakatan awal kami akan
mencari bus yang langsung ke Magelang, menghindari estafet.
Belum sampai di PTC kami telah
turun, di sana ada Pool PO Terbesar se Magelang, PO dengan trayek terbanyak,
dan mungkin PO dengan ragam livery terbanyak pula. Terparkir armada Celcius
hitam RK 8 kelas VIP di samping kantor Pool, di sebelahnya lagi ada Panorama 3
Hino AK 3 kelas AC Ekonomi.
“hari ini 3 orang tujuan
Magelang”
“Tinggal yang Patas Non AC mas
80ribu per orang”
Dengan anggukan pertanda setuju
dari peserta rombongan yang lain, maka dicoretlah seat nomor 29-30 dan 33 dari
daftar manifest penumpang. Sembari menyerahkan tiket, petugas agen mengatakan
kalau bisnya masih ngetem di Terminal, nanti masuk Pool jam 18.30. Dua bus yang
terlebih dulu stand by di Pool segera diberangkatkan, agaknya lumayan ribet proses pengaturan penumpang di sore
itu.
18.30 tepat bus yang dimaksudkan
tiba di Pool, si HM Gold livery Macan Tutul (HM Gold, bukan armada Muriaan
tentunya. Yang ini HM = Handoyo Macan). Bus dengan karoseri rombakan buatan New
Armada, dengan sedikit “editan” seolah-olah menjadi model Jupiter li. Tak mau
tertinggal dalam hal berdandan, bus dengan tenaga Hino AK 3 ini memakai model
lantai yang hi deck pula, tanpa menyisakan “kuburan” di bagian depan. Karena
posisi dudukku di seat barisan kiri belakang (atas ban kiri) maka aku coba
membuka pintu belakang, sial sepertinya pintu terkunci. Jadilah aku masuk
melalui pintu depan, dan di pojok belakang sana telah nangkring sebuah sepeda
motor bebek. Oohh….jadi ini yang menghalangiku masuk dari pintu belakang tadi.
Posisi sepeda motor yang berada di pintu belakang praktis mematikan fungsi
recleaning seat kursi 33-34. Para penumpang yang tersisa segera masuk bus,
karena inilah bus terakhir yang diberangkatkan dari pool tersebut. Terjadi
sedikit kekacauan saat diketahui bahwa seat yang kami duduki ini rupanya juga
tertera di karcis penumpang lain. Oleh petugas checker kami dipindah ke seat
20, 23-24. Posisiku di seat 20 berada persis di sebelah pintu darurat.
Seingatku baru kali ini naik bus dengan pintu darurat di kanan tengah. Di
depanku sendiri sepasang muda-mudi yang asyik dengan momongan mereka, yaitu
boneka beruang yang mungkin harus dibelikan satu seat sendiri apabila dilihat
dari ukurannya. Sepertinya habis liburan di Jakarta. Bukan hanya pasangan ini
saja yang jadi turis, di seat nomor delapan malah ada turis beneran, seorang
wanita berpostur eropa seorang diri. Hendak ke Borobudurkah? Mengingat nantinya
bus ini akan mengambil rute
Pantura-Pejagan-Purwokerto-Purworejo-Borobudur-Magelang. Sebelahku sendiri
seorang bapak asli Magelang yang baru sebulan merantau di Jakarta, sebelumnya
beliau mengerjakan proyek di Merak.
![]() |
HM (Handoyo Macan) |
18.52 Bus beranjak dari Pool
menyusuri Jalan Raya Bekasi. Tampak armada-armada Harta Sanjaya, Safari,
ataupun Teguh Jaya menghiasi kedua sisi jalan. Yang menuju ke arah Tol Cakung
berarti sedang ngetem, sementara yang menuju Pulo Gadung berarti sedang putar
balik untuk nyeser lagi. Laju bus masih pelan, meskipun lalu lintas tak terlalu
padat, bus yang masih dikawal petugas agen ini sesekali melambat di depan
kerumunan calon penumpang sembari menawarkan “Jogja…Magelang…”. Wusshhh Garuda
Mas New Celcius melaju cepat di depan pertigaan menuju Kawasan Industri,
disusul di belakangnya Muncul Legasur (Legacy Suryana). Khusus Muncul sendiri,
dalam beberapa waktu belakangan ini mulai menggeliat sepertinya. Semakin banyak
armadanya yang diberangkatkan tiap hari dari Pool Pulo Gadung. Masih dalam
usahanya mengais penumpang, “wuuuuueeerrrr” dengan lugas Sanjaya Laksana
Panorama 3 melaju deras. Bus Sanjaya ini meskipun ber AC, tapi membiarkan pintu
belakang tetap terbuka. Sama-sama nyeser, tapi Sanjaya memilih berlari
sedangkan Handoyo melenggang. PK Bobotsari-Pulo Gadung Panorama DX menjadi bus
AKAP terakhir yang menyalip sang macan sebelum sama-sama terjebak antrian
kendaraan yang menuju Bekasi. Jalur lambat di depan UT menjadi lintasan yang
lebih bersih, dimana Sanjaya dan Handoyo berhasil melewatinya, dan meninggalkan
Garuda Mas, Muncul, dan PK yang tadi sempat di depan.
19.22 Masuk Tol, lalu lintas Tol
Jorr yang sepi tidak terlalu menggoda juru mudi untuk melaju kencang.
Pengereman yang dilakukan tanpa pernah mengandalkan exhaust brake memberi kesan
“rem paku” dipadu dengan goyangan lingkar kemudi yang tidak smooth serta secara
tidak sengaja diperparah oleh getaran mesin depan yang menjalar ke seluruh
kabin membuat penilaian pertama terhadap sang juru mudi adalah “driver kasar”.
Memasuki ruas Jakarta-Cikampek barulah tampak kepadatan lalu lintas yang
sebenarnya. Beberapa kali mencoba mengambil keuntungan via bahu jalan, menyela
di lajur 1-3, sampai kembali Sanjaya yang tadi menyalip lagi dari bahu jalan.
Dari lampu kabin yang dinyalakan terang benderang dapat aku lihat bahwa belum
100% bangku terisi penumpang mungkin bus tersebut hendak mengejar tem-teman
Cikopo-Jomin nantinya. Memang setelah sempat di depan kami, Sanjaya justru
ngetem menjelang Tol Cakung.
20.16 Perjalanan sejam pertama tidak ada yang istimewa, sampai
kemudian meluncur Muji Jaya Putih Hijau K 1581 BC lampu jetbus. Muji Jaya
melaju di lajur ke empat, sementara Macan tutul memilih lajur bahu jalan.
Hampir semenit kedua bus sejajar, kadang lebih unggul sisi bahu jalan, kadang
pula sebaliknya. Sayang di akhir cerita Muji Jaya lebih beruntung mendapat
lajur yang bersih. Disusul dari belakang Muji Jaya melaju MGI, dan Handoyo
AA1433DA yang tadi melayani kelas VIP Pulo Gadung. Entah VIP tersebut
mampir Cikarang atau Bekasi terlebih
dahulu.
20.23 Jelang Exit Tol Karawang
Timur melintaslah Nusantara livery 100 disusul Dedi Jaya Hino RK body Panorama
3. Macan Tutul memilih keluar Tol Karawang
Timur, sementara di dalam tol tampak Gapuraning Rahayu ex Efisiensi
melaju kencang. Tampak Safari Dharma Jaya masih terparkir di pinggir Tol.
Seingatku sudah sekitar dua bulan bus itu ada di sana. Sesampai di pertigaan
SPBU Klari, bus diarahkan ke kiri menghadap ke arah barat lagi. Dari hasil
obrolan dengan Maestro Caper Pak Didik Edhi, beliau mengabarkan bahwa pasti
Macan ini akan mengambil penumpang di Terminal Klari. Bus memasuki sebuah
terminal kecil, tidak lebih besar dibanding Terminal Rawamangun. Hanya agen
Handoyo saja yang masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Sekitar dua puluh
menit alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menjemput penumpang dari Klari.
Tampak penghuni-penghuni terakhir dari bus ini adalah serombongan muda-mudi (3
wanita satu pria) dengan membawa tas gunung, entah mau mendaki gunung atau
sekedar berwisata ke Jogja, atau justru kembali ke Jogja. Rombongan ini sempat
bingung ketika kursi yang tertera di tiket sudah terlebih dulu ditempati orang
lain, sementara yang tersisa tinggallah bangku yang terpencar-pencar.
Perjalanan dilanjutkan menyusuri
jalan arteri yang cukup sepi, dan berdasar informasi dari Mas Arif Kijangserse
justru lebih beruntung karena tidak melewati exit Tol Dawuan yang jalanannya
konon cukup parah kondisinya. Malam itu Mas Arif sedang menikmati dekapan Sang
Gadjah Temanggung untuk menuju ke Jogja (betewe kok belum nongol liputannya
yaa???). Melintasi Cikampek hingga Jatisari tidak kurasakan sesuatu yang
terlalu special, semua seperti perjalanan-perjalanan pada umumnya. Sebagian
waktu kuhabiskan dengan asyik mengontak teman-teman melalui gadget batanganku.
Yaa, terkadang inilah yang membuat perjalanan jadi sepi, penumpang menjadi
mengacuhkan siapa saja yang di sebelahnya. Sedikit pembelaanku atas apa yang
kulakukan ini bahwasanya penumpang di sampingku sudah tertidur sejak sebelum
fly over Pasar Cikampek tadi. Melalui komunikasi itu pula aku tahu bahwa tidak
jauh di belakangku PK Executive Wonosobo yang mengangkut Mas Yudha Prast juga
sedang checking di Agen Cikopo. Wush…..Dengan derasnya Mercy Cooler dengan
identitas samaran “1725” melibas bus yang kutumpangi. Sempat aku baca LE410 pada
tempelan kaca depan. Dari mana dan kemanakah bus dengan selendang setra Adi
Putro ini? Mengapa sampai larut malam begini baru menapaki aspal Jatisari??
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar