Minggu, 03 Maret 2013

Tak selamanya yang susah itu susah (Bagian 1) ** Diterkam Macan**





Jumat 22 Februari 2013

15.30
Sebuah pesan singkat dari Om/Paman/Paklik ku mendarat di layar HP Nokia 3500 classic-ku. Inti dari pesan tersebut adalah beliau saat itu berada di Gedong Panjang dan sore ini akan pulang ke Magelang, di akhir pesan tersebut terselip kata-kata “enaknya naik apa?dari mana?”. Hmmmm……….sejenak berpikir untuk memberikan solusi paling tepat bagi orang tua. Bagaimanapun kenyamanan dan kepastian lah yang harus diutamakan apabila memberi saran ke orang lain (kecuali jika sang peminta saran tersebut bertujuan untuk touring, sengaja mencari armada-armada langka nan unik) hehehehehe…..

“Naik busway ke Pulo Gadung, nanti ketemu di Pulo Gadung aja, pulang bareng” kurang lebih begitulah isi pesan singkat reply-an ku. Memang sedari semalam aku belum menemukan alasan yang tepat untuk melaksanaan kerjaan “kurang kerjaan” moving ratusan kilometer ini. Agaknya keberadaan Om yang memang ada keperluan sedari Rabu hingga Jumat siang inilah yang bisa kujadikan “tameng” buat alasan pulkam.

17.45 Aku tiba di Pulo Gadung, kurang lebih perjalanan 45 menit sedari bell kebebasan (yang sering diikuti update status TGIF) berdering. Rupanya Om-ku dan salah satu rekannya telah lebih dulu sampai di Halte penurunan penumpang busway. Masing-masing dari mereka membawa travelbag pertanda akan melakukan perjalanan jauh. Dengan terpaksa kuajak mereka keluar dari shelter dengan cara yang tidak semestinya, yaitu melompat dari titik yang wajarnya dijadikan tempat busway “bersandar” untuk menurunkan penumpang. Sengaja tidak menggunakan tangga yang menuju ke agen-agen bus malam untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan calo. Kendati sudah menghindari tempat mangkal calo, masih saja ada dua orang yang menanyakan “Jawa…..Jawa……”. Ok kami masuk ke dalam angkot KWK merah menuju Bekasi. Dari kesepakatan awal kami akan mencari bus yang langsung ke Magelang, menghindari estafet.

Belum sampai di PTC kami telah turun, di sana ada Pool PO Terbesar se Magelang, PO dengan trayek terbanyak, dan mungkin PO dengan ragam livery terbanyak pula. Terparkir armada Celcius hitam RK 8 kelas VIP di samping kantor Pool, di sebelahnya lagi ada Panorama 3 Hino AK 3 kelas AC Ekonomi.
“hari ini 3 orang tujuan Magelang”
“Tinggal yang Patas Non AC mas 80ribu per orang”
Dengan anggukan pertanda setuju dari peserta rombongan yang lain, maka dicoretlah seat nomor 29-30 dan 33 dari daftar manifest penumpang. Sembari menyerahkan tiket, petugas agen mengatakan kalau bisnya masih ngetem di Terminal, nanti masuk Pool jam 18.30. Dua bus yang terlebih dulu stand by di Pool segera diberangkatkan, agaknya lumayan  ribet proses pengaturan penumpang di sore itu.

18.30 tepat bus yang dimaksudkan tiba di Pool, si HM Gold livery Macan Tutul (HM Gold, bukan armada Muriaan tentunya. Yang ini HM = Handoyo Macan). Bus dengan karoseri rombakan buatan New Armada, dengan sedikit “editan” seolah-olah menjadi model Jupiter li. Tak mau tertinggal dalam hal berdandan, bus dengan tenaga Hino AK 3 ini memakai model lantai yang hi deck pula, tanpa menyisakan “kuburan” di bagian depan. Karena posisi dudukku di seat barisan kiri belakang (atas ban kiri) maka aku coba membuka pintu belakang, sial sepertinya pintu terkunci. Jadilah aku masuk melalui pintu depan, dan di pojok belakang sana telah nangkring sebuah sepeda motor bebek. Oohh….jadi ini yang menghalangiku masuk dari pintu belakang tadi. Posisi sepeda motor yang berada di pintu belakang praktis mematikan fungsi recleaning seat kursi 33-34. Para penumpang yang tersisa segera masuk bus, karena inilah bus terakhir yang diberangkatkan dari pool tersebut. Terjadi sedikit kekacauan saat diketahui bahwa seat yang kami duduki ini rupanya juga tertera di karcis penumpang lain. Oleh petugas checker kami dipindah ke seat 20, 23-24. Posisiku di seat 20 berada persis di sebelah pintu darurat. Seingatku baru kali ini naik bus dengan pintu darurat di kanan tengah. Di depanku sendiri sepasang muda-mudi yang asyik dengan momongan mereka, yaitu boneka beruang yang mungkin harus dibelikan satu seat sendiri apabila dilihat dari ukurannya. Sepertinya habis liburan di Jakarta. Bukan hanya pasangan ini saja yang jadi turis, di seat nomor delapan malah ada turis beneran, seorang wanita berpostur eropa seorang diri. Hendak ke Borobudurkah? Mengingat nantinya bus ini akan mengambil rute Pantura-Pejagan-Purwokerto-Purworejo-Borobudur-Magelang. Sebelahku sendiri seorang bapak asli Magelang yang baru sebulan merantau di Jakarta, sebelumnya beliau mengerjakan proyek di Merak.

HM (Handoyo Macan)
 
18.52 Bus beranjak dari Pool menyusuri Jalan Raya Bekasi. Tampak armada-armada Harta Sanjaya, Safari, ataupun Teguh Jaya menghiasi kedua sisi jalan. Yang menuju ke arah Tol Cakung berarti sedang ngetem, sementara yang menuju Pulo Gadung berarti sedang putar balik untuk nyeser lagi. Laju bus masih pelan, meskipun lalu lintas tak terlalu padat, bus yang masih dikawal petugas agen ini sesekali melambat di depan kerumunan calon penumpang sembari menawarkan “Jogja…Magelang…”. Wusshhh Garuda Mas New Celcius melaju cepat di depan pertigaan menuju Kawasan Industri, disusul di belakangnya Muncul Legasur (Legacy Suryana). Khusus Muncul sendiri, dalam beberapa waktu belakangan ini mulai menggeliat sepertinya. Semakin banyak armadanya yang diberangkatkan tiap hari dari Pool Pulo Gadung. Masih dalam usahanya mengais penumpang, “wuuuuueeerrrr” dengan lugas Sanjaya Laksana Panorama 3 melaju deras. Bus Sanjaya ini meskipun ber AC, tapi membiarkan pintu belakang tetap terbuka. Sama-sama nyeser, tapi Sanjaya memilih berlari sedangkan Handoyo melenggang. PK Bobotsari-Pulo Gadung Panorama DX menjadi bus AKAP terakhir yang menyalip sang macan sebelum sama-sama terjebak antrian kendaraan yang menuju Bekasi. Jalur lambat di depan UT menjadi lintasan yang lebih bersih, dimana Sanjaya dan Handoyo berhasil melewatinya, dan meninggalkan Garuda Mas, Muncul, dan PK yang tadi sempat di depan.

19.22 Masuk Tol, lalu lintas Tol Jorr yang sepi tidak terlalu menggoda juru mudi untuk melaju kencang. Pengereman yang dilakukan tanpa pernah mengandalkan exhaust brake memberi kesan “rem paku” dipadu dengan goyangan lingkar kemudi yang tidak smooth serta secara tidak sengaja diperparah oleh getaran mesin depan yang menjalar ke seluruh kabin membuat penilaian pertama terhadap sang juru mudi adalah “driver kasar”. Memasuki ruas Jakarta-Cikampek barulah tampak kepadatan lalu lintas yang sebenarnya. Beberapa kali mencoba mengambil keuntungan via bahu jalan, menyela di lajur 1-3, sampai kembali Sanjaya yang tadi menyalip lagi dari bahu jalan. Dari lampu kabin yang dinyalakan terang benderang dapat aku lihat bahwa belum 100% bangku terisi penumpang mungkin bus tersebut hendak mengejar tem-teman Cikopo-Jomin nantinya. Memang setelah sempat di depan kami, Sanjaya justru ngetem menjelang Tol Cakung.

20.16 Perjalanan  sejam pertama tidak ada yang istimewa, sampai kemudian meluncur Muji Jaya Putih Hijau K 1581 BC lampu jetbus. Muji Jaya melaju di lajur ke empat, sementara Macan tutul memilih lajur bahu jalan. Hampir semenit kedua bus sejajar, kadang lebih unggul sisi bahu jalan, kadang pula sebaliknya. Sayang di akhir cerita Muji Jaya lebih beruntung mendapat lajur yang bersih. Disusul dari belakang Muji Jaya melaju MGI, dan Handoyo AA1433DA yang tadi melayani kelas VIP Pulo Gadung. Entah VIP tersebut mampir  Cikarang atau Bekasi terlebih dahulu.

20.23 Jelang Exit Tol Karawang Timur melintaslah Nusantara livery 100 disusul Dedi Jaya Hino RK body Panorama 3. Macan Tutul memilih keluar Tol Karawang  Timur, sementara di dalam tol tampak Gapuraning Rahayu ex Efisiensi melaju kencang. Tampak Safari Dharma Jaya masih terparkir di pinggir Tol. Seingatku sudah sekitar dua bulan bus itu ada di sana. Sesampai di pertigaan SPBU Klari, bus diarahkan ke kiri menghadap ke arah barat lagi. Dari hasil obrolan dengan Maestro Caper Pak Didik Edhi, beliau mengabarkan bahwa pasti Macan ini akan mengambil penumpang di Terminal Klari. Bus memasuki sebuah terminal kecil, tidak lebih besar dibanding Terminal Rawamangun. Hanya agen Handoyo saja yang masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Sekitar dua puluh menit alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menjemput penumpang dari Klari. Tampak penghuni-penghuni terakhir dari bus ini adalah serombongan muda-mudi (3 wanita satu pria) dengan membawa tas gunung, entah mau mendaki gunung atau sekedar berwisata ke Jogja, atau justru kembali ke Jogja. Rombongan ini sempat bingung ketika kursi yang tertera di tiket sudah terlebih dulu ditempati orang lain, sementara yang tersisa tinggallah bangku yang terpencar-pencar.

Perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan arteri yang cukup sepi, dan berdasar informasi dari Mas Arif Kijangserse justru lebih beruntung karena tidak melewati exit Tol Dawuan yang jalanannya konon cukup parah kondisinya. Malam itu Mas Arif sedang menikmati dekapan Sang Gadjah Temanggung untuk menuju ke Jogja (betewe kok belum nongol liputannya yaa???). Melintasi Cikampek hingga Jatisari tidak kurasakan sesuatu yang terlalu special, semua seperti perjalanan-perjalanan pada umumnya. Sebagian waktu kuhabiskan dengan asyik mengontak teman-teman melalui gadget batanganku. Yaa, terkadang inilah yang membuat perjalanan jadi sepi, penumpang menjadi mengacuhkan siapa saja yang di sebelahnya. Sedikit pembelaanku atas apa yang kulakukan ini bahwasanya penumpang di sampingku sudah tertidur sejak sebelum fly over Pasar Cikampek tadi. Melalui komunikasi itu pula aku tahu bahwa tidak jauh di belakangku PK Executive Wonosobo yang mengangkut Mas Yudha Prast juga sedang checking di Agen Cikopo. Wush…..Dengan derasnya Mercy Cooler dengan identitas samaran “1725” melibas bus yang kutumpangi. Sempat aku baca LE410 pada tempelan kaca depan. Dari mana dan kemanakah bus dengan selendang setra Adi Putro ini? Mengapa sampai larut malam begini baru menapaki aspal Jatisari??


bersambung






Tidak ada komentar:

Posting Komentar