Kamis 19 Desember 2013.
Minggu-minggu
ini menjadi putaran terakhir di penghujung tahun 2013. Ada hal yang berbeda
dari minggu-minggu sebelumnya, sesuatu yang ditunggu akhirnya datang juga. Yaa,
apalagi kalau bukan cuti tahunan yang sudah di depan mata. Maklum semenjak
berada di tempatku sekarang ini, nyaris mustahil untuk menjadi kaum PJKA (bukan
100% mustahil karena di Oktober-November lalu aku masih bisa menikmati 2x PJKA
berturut-turut).
Selesai urusan
sana-sini, sore hari aku telah stand by di depan tempat kerjaku, yaa posisi
yang strategis untuk menunggu bus menuju Banjarmasin/Balikpapan. Seorang teman
menawariku untuk memberi tumpangan menuju halte/tem-teman terdekat. Rejeki
pantang di tolak, apalagi di tanah seberang, pamali hukumnya. Meskipun
sebenarnya tidak perlu pindah ke tem-teman pun tidak masalah, karena bus bisa
di-awe-awe dari depan tempatku kerja.
Agaknya yang tampaknya rejeki belum tentu benar-benar rejeki. Belum sampai
di tem-teman, tampak bus Jahe Raya Patas AC model Genesia telah beranjak ke
selatan. Cukup tau aja (ikut bahasa yang lumayan populer saat ini) di sini body
Genesia lumayan “uwoooww” apalagi dengan kondisi body yang memang masih
kinclong. Itu juga belum lagi jika dilihat dari tarif bus Patas AC yang hanya
lima ribu perak lebih mahal dari tarif bus ekonomi non AC. Seandainya mau
mengasihani diri mungkin sudah kunyanyikan lagu “lumpuhkanlah ingatanku,
hapuskan tentang dia”......ealahhh.... Bus dari perusahaan dengan tiga lini
usaha (bus reguler, pariwisata, dan angkutan karyawan) yang juga pemilik
pertama Jetbus HD dengan plat KT itu melenggang berlalu ke selatan.
18.05 aku telah
sampai di tem-teman, dengan sebuah bus ekonomi terparkir di depanku, bus
Samarinda Lestari model selempang entah buatan karoseri mana. Bus bermesin
Nissan Diesel front engine ini masih mulus juga, menandakan alam di sini cukup
bersahabat terhadap keawetan body bus, atau mungkin kepiawaian perawatan body,
atau apapun juga yang jelas cukup eyecatching lah menurutku. Bagaimana menurut
anda?? Silakan dinikmati, dan dikomentari sendiri-sendiri, syukur kalau ada
waktu dicicipi sendiri ke sini (selama saya masih di sini, saya siap jemput dan
bantu akomodasi semampu saya).
![]() |
Samarinda Lestari Bumel |
Apakah saya
putuskan naik bus ini? Nanti dulu, siapa tahu ada Patas AC di belakangnya??
Masyarakat pengguna bus di sini biasa mengatakan kalau naik bus di sini
untung-untungan, kadang dapat Patas, kadang dapat Ekonomi. Ahh tenane?? Perasaan kalau lagi pulang dari makan siang antara jam
13.30-14.00 selalu Meranti Etam evonext yang parkir. Dugaanku sih mungkin ada
jam pemberangkatan yang tetap, tapi karena tem bus ekonomi dan Patas AC
dijadikan satu line, dan ditambah kurang perhatiaannya masyarakat terhadap
dunia perbis’an, maka seolah bis-bis di sini berangkat secara acak. Sepuluh
menit kemudian tampak bus Lintas Raya (Jahe Raya grup versi non AC) masuk
tem-teman. Apeessss Jhonn, ekonomi maneh.......
ehh tunggu dulu, ternyata Lintas Raya cuma mau mengantar segelintir
penumpangnya ke Samarinda Lestari karena okupansi jauh dari ekspektasi. Jadilah
SL pink ini masih ngetem.
18.30 Tampak
dari arah jembatan Mahakam sebuah bus dengan lampu mayang di atasnya, waahh ekonomi maneh....dari kejauhan
sudah kuidentifikasi sepertinya Meranti Etam mitsubishi Front Engine. Maklum,
meskipun sudah pukul 18.30 di sini belum sepenuhnya gelap. Meranti Etam
“nano-nano” segera menepi, mengisi lapak yang ditinggalkan Samarinda Lestari.
Ganjal dari logam berbentuk Prisma segera dipasang oleh asisten pengemudi.
(kalau di Jawa biasa ganjal dari kayu ya? Ini di kalimantan yang notabene kayu-nya
lebih gedhe dan banyak kok ganjalnya malah dari logam?).
Masih mau nunggu
Patas?? Masih laahhh, jarang-jarang ngebis di sini, sekali ngebis harus yang sitimewa. Harus Jetbus HD dengan lampu
kolong & Strobo dan bermanufer ciamik saat menikung ke kanan selepas
jembatan Mahakam...haiiiissshhh....... Okelah, untuk kali ini aku cuek di
samping bus, tak beranjak sedikitpun selain karena masih menunggu peluang dapat
bus lebih bagus, juga karena tas punggungku yang beratnya lebih dari sepuluh
kilo ini seolah menjadi jangkar buatku. Nanti saja, kita lihat bus apa yang
menyusul, kalau Patas maka aku naik Patas itu, kalau ternyata Ekonomi yaa
langsung masuk ke “nano-nano” wanna be ini.
![]() |
Meranti Etam "nano-nano" wanna be |
18.50 Dari arah
Jembatan Mahakam tampaklah Pontiac Prima Nissan RB masuk, hendak mengisi
tem-teman. Ok-lah, berarti jodohku dengan si “nano-nano” wanna be ini. Baru
saja meletakkan pantat di kursi barisan dua dari kiri dan tas di sebelahku,
masuk Pak Mandor ke dalam bus “yaaa, oper ke bus belakang” perintahnya kepada
seluruh penumpang. Duhh bukan repotnya pindah yang jadi masalah, tapi tampak
seperti orang bego-lah aku di petang itu. Dari tadi hanya di luar saja, giliran
ada bus mau perpal malah naik ke dalam. Untung di sekitar situ nggak ada Lek
P*, atau Cak P*, atau Ko H* yang pastinya bisa menertawakanku sampai berguling
di lantai....berguling di lantai.....
Beruntung kursi
keramat masih sempat kuamankan di bus dengan cat agak kusam itu, beberapa waktu
lalu aku sempat menyaksikan bus ini eMBeKa di dekat SPBU Gunung Lipan, tak seberapa
jauh dari tempat kerjaku. eMBeKa apa itu, silakan japri ke Iwan “heuheu”
Kurniawan sebagai pencetus kosa kata ini yaa.... yang jelas bus eMBeKa di Jawa
dan di Kalimantan ada kesamaan, yaitu disematkan ranting di bagian belakangnya.
Semoga malam ini aku nggak Jackpot dapat eMBeKa juga. O ya, hari ini aku cuma
mau ke Balikpapan saja, tidak ada misi mengejar check in di airport, jadi mau
kalem aja akurapopo. Paling cuma
nggak enak kalau sampai Balikpapan kemalaman, karena aku nanti malamnya numpang
perpal di rumah teman di Balikpapan, ga enak kan kalau sampai larut malam
ketuk-ketuk rumah orang.
19.05 Bus mulai
beranjak dari tem-teman, entah bus apa yang menyusul di belakangnya, aku enggan
mengecek. Kalau misal Patas AC, nanti malah makin nyesel. Bus berjalan perlahan, okupansi penumpang sekitar tiga
puluhan, sekitar tiga perlima dari total seat tersedia. O ya, ada yang beda di
sini. Penumpang sudah “digunting” oleh Pak Mandor sejak masih di tem-teman
tadi. Secarik tiket resmi langsung diberikan bersamaan dengan perpindahan uang
sejumlah dua puluh lima ribu itu. Bagaimana dengan penumpang “meteran”??
sepertinya langsung bayar ke crew. Jelang keberangkatan, Pak Mandor memberikan
uang jatah solar ke pengemudi bus ini. Nominal dua ratus dua puluh ribu. Sementara
uang dari hasil guntingan tadi dibawa pulang oleh Pak Mandor, untuk disetorkan
tentunya. Bagi anda yang senang perhitungan uang jalan, tentunya bisa
menghitung berapa jarak antara Samarinda ke Balikpapan dari keterangan nominal
uang solar itu.
![]() |
Tiket |
Laju bus hanya
di kisaran dua puluh hingga empat puluh kph. Menyusuri rute Gunung Lipan (di
sini Gunung artinya bukit, jangan bayangkan Gunung lengkap dengan kawahnya), lurus
menuju Pasar Harapan Baru, Pasar Loa Janan, menyusuri jalan lama yang sejajar
dengan alur sungai Mahakam. Tampak kerlap-kerlip lampu Kapal di tengah sungai
sana, dan diselingi silaunya lampu sorot di galangan kapal yang menyebar di
tepi kanan-kiri sungai. Sesekali laju bus melambat saat berpapasan dengan bus ¾
angkutan Karyawan, berbeda dengan bus mitsubishi ¾ di Jawa, bus karyawan di
sini hampir semua HD karena menggunakan penggerak roda 4x4 modifikasi. Bus-bus
tersebut harus menggunakan penggerak roda 4WD karena harus keluar masuk area
Tambang yang terkadang berlumpur.
Pertigaan
Koramil Loa Janan, bus berbelok ke kiri, menjauh dari tepi sungai Mahakam.
Apabila lurus maka akan menuju ke Loa Duri, karena malam ini aku mau ke
Balikpapan, bukan Loa Duri maka cerita tentang Loa Duri di skip aja, ceritakan
di lain waktu. Per-nyeser-an kali ini mampu menjaring sekitar lima sampai enam
orang. Semoga batu bukan penumpang meteran.
19.36 Pertigaan
By Pass. Jika lewat By Pass mungkin lebih hemat waktu sepuluh menit. Di depan Yard Cipaganti, laju bus mulai ditambah.
Baru sekitar satu kilometer melaju, penumpang meteran pertama turun, Seorang
wanita muda tergolong “makhluk halus”, empat puluh lima menit waktu yang
dihabiskan untuk dari tempat ngetem sampai di depan Gang Pemukiman “Purwosari” tempat dia turun,
mungkin dua kali lipat dari waktu tempuh menggunakan kendaraan pribadi. Ongkos
senilai sepuluh ribu rupiah diberikan ke asisten driver.
Perjalanan
dilanjutkan lagi, kali ini no nyeser karena sudah bukan daerah padat. Tampak
Nissan rear engine ini masih OK dalam memberikan daya dorong. Bahkan engine
yang pernah jadi salah satu “engine besar” di jamannya ini terlalu besar
memberikan daya dorong, sehingga pengemudi tidak mampu menampilkan driving style yang halus dalam melahap
jalur poros yang berkelok-kelok.
Jam berapa aku
lupa, bus berhenti di seberang SPBU Loa Janan, tepatnya di KM 21 Poros
Samarinda-Balikpapan untuk mengasup “minuman energy”nya. Kok di seberang??
Yups....solar yang digelontorkan ke dalam tanki bahan bakar bukanlah solar dari
SPBU melainkan solar eceran, yang biasa kami beli seharga tiga puluh lima ribu
rupiah per jerigen “b*moli”, entah takaran pas atau tidak. Kali ini crew
memborong senilai empat puluh liter, atau setara dua jerigen besar. Bagi anda
yang tertarik dengan perhitungan
pengeluaran solar, maka anda dapat menjawab berapa banyak crew nombok karena beli solar eceran. Bukan
begitu??? Heuheuheu.... Di seberang sana sendiri tampak papan pengumuman di
depan SPBU “Solar dalam pengiriman” dipajang di mulut SPBU (hal biasa ini di Kalimantan, beda dengan di
Jawa yang Solarnya hampir selalu tersedia). Di tempat inilah aku sempatkan
mengabadikan bus yang membawaku menuju Balikpapan.
![]() |
Pontiac Prima-Bone Indah Raya |
Semua penumpang
telah kembali ke posisi masing-masing. Pengemudi memasukkan tuas persneling ke
posisi 2, sambil menekan kopling penuh. Handbrake dinonaktifkan. Bus
menggelinding pelan karena kontur jalan yang menurun landai. Saat kopling
diangkat, “greeeennngggg.......” engine aktif. Yaa beginilah cara menyalakan
engine ala Pontiac Prima. Mungkin karena lemah di sistem starternya. Bus melaju
tanpa membuang waktu. Tak usah khawatir bus banyak berhenti menaik-turunkan
penumpang, karena di sini tidak banyak perkampungan atau pusat keramaian.
Penumpang meteran kedua turun di KM
40an.
20.20 bus mulai
memasuki kawasan Hutan Soeharto. Di luar sana mulai hujan, membuat laju
kendaraan kedua arah tidak bisa maksimal, terlebih dengan alur jalan yang
berkelok menembus hutan tanpa signal seluler ini. Beruntung lajur menuju
Balikpapan tidak terlalu padat.
20.47 Dua orang
melambaikan tangan membuat bus menepi jelang akhir dari wilayah Hutan Soeharto.
Entah apa yang dilakukan kedua orang ini di pinggiran hutan.
20.52 Keluar
dari Kawasan Hutan Soeharto, yang ditandai dengan Rest Area “Tahu Sumedang”
yang mengapit badan jalan. Sedikit OOT tentang Rest Area ini, seluruh
karyawan/i di Rest Area ini “diimpor” dari tanah Priangan. Lokasi yang relatif di
tengah Poros Samarinda-Balikpapan membuat Rest Area ini selalu ramai kendaraan
yang melintas Samarinda-Balikpapan ataupun sebaliknya, sebagai tempat relaksasi
pengemudi ataupun penumpang, apalagi yang tidak biasa bepergian jauh.
20.58 Bus menepi
di sebuah perkampungan, entah apa nama daerahnya. Asisten driver turun di
tempat ini. Lhoo...??? praktis sekarang hanya tinggal pengemudi sendirian
sebagai awak kabin.
Perempatan
Samboja, dua penumpang turun,berikut satu orang naik. Aku pun berpindah ke
posisi CB untuk mengabadikan aksi goyang ngeblong sang pilot,
ehhh......maksudnya membantu proses loading-unloading, membuka dan menutup
pintu bus, membantu meringankan beban sang Pengemudi. Pak Pengemudi
mempersilakan untuk duduk di kursi CD sebelahnya. Mungkin lebih layak dari
posisi CB yang hanya ada bangku sekedarnya. Kami mulai membuka pembicaraan.
Bapak ini tidak segarang tampilannya yang gondrong. Beliau cukup ramah dan
sepertinya senang dengan adanya teman ngobrol dalam menyelesaikan sisa tugasnya
malam itu. Beliau bercerita tentang bus Samarinda-Balikpapan yang sudah lama
digelutinya, termasuk juga tentang beberapa armada Bone Indah Raya grup yang
pernah diawakinya (Bone Indah Raya-Meranti Etam-Pontiac Prima satu grup). Sedikit
banyak aku mendapat informasi tentang dunia per-bis-an di Kaltim ini. Dengan
logat Sulawesi Selatannya bapak ini menceritakan dengan gamblang, termasuk
beliau juga memuji evonext-evonext terbaru Bone Grup, sebagai body yang stabil
dan nyaman bagi penumpang.
Tak terasa lebih
dari setengah jam kami ngobrol, bus telah memasuki keramaian kota Balikpapan.
Pertigaan arah Pelabuhan Kariangau bus menurunkan beberapa penumpangnya. Semua
lewat pintu depan dengan aku sebagai penjaga portalnya. Hmmm mengingatkanku dengan
“jobdesk” jaman waktu muda lagi kurus dulu saat menjadi “palang pintu belakang”
Tri Sakti.a sepanjang Magelang-Semarang kala berangkat kuliah dulu.
Penumpang
berikutnya adalah rombongan seorang bapak dengan dua anaknya. Anak yang kecil
aku angkat pinggangnya saat hendak menuruni tangga yang tentunya terlalu
tinggi untuknya. Hehehehehe masih lincah juga yaa aku dlm urusan ini.
Bus berbelok ke
arah Terminal Batu Ampar tepat dengan tercurahnya air dari langit dengan
derasnya. Semua sisa penumpang turun di Terminal Batu Ampar. Tak lupa aku
ucapkan “maturnuwun pak”, ehhh mana dia paham....”terima kasih Pak” kalimat
perpisahan dariku, seraya kemudian membuka pintu dan lari ke tempat berteduh.
Beberapa angkutan kota menunggu kami di sekitar bus. Jam sudah menunjukkan
pukul 22.00 saat aku dan dua penumpang lain berhasil me-nego angkot hijau untuk
mengantar kami menjauh dari rute seharusnya.
Di Balikpapan ini, angkotnya lumayan flexibel, mau mengantar penumpang
menyimpang dari rute seharusnya apabila tawaran dari penumpang cukup menarik,
terlebih di malam hari. Untuk fasilitasnya, angkot di sini menggunakan mobil
Carry Futura mayoritas, dan semua bangku utama menghadap ke depan yang semuanya ada sandaran punggungnya + dua bangku
tambahan menghadap ke pintu tengah. Yang special adalah angkot di sini anti
ngetem berlama-lama kecuali di titik start.
Pukul 22.15 aku
sampai di rumah teman yang hanya sepelemparan batu dari stadion Persiba.
Meskipun sudah larut malam, tapi untungnya teman di sana masih mau membukakan
pintu..hehehhe....
*T*A*M*A*T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar