Senin, 27 Januari 2014

Pertama kalinya ngebis di Borneo.


Kamis 19 Desember 2013.

Minggu-minggu ini menjadi putaran terakhir di penghujung tahun 2013. Ada hal yang berbeda dari minggu-minggu sebelumnya, sesuatu yang ditunggu akhirnya datang juga. Yaa, apalagi kalau bukan cuti tahunan yang sudah di depan mata. Maklum semenjak berada di tempatku sekarang ini, nyaris mustahil untuk menjadi kaum PJKA (bukan 100% mustahil karena di Oktober-November lalu aku masih bisa menikmati 2x PJKA berturut-turut).

Selesai urusan sana-sini, sore hari aku telah stand by di depan tempat kerjaku, yaa posisi yang strategis untuk menunggu bus menuju Banjarmasin/Balikpapan. Seorang teman menawariku untuk memberi tumpangan menuju halte/tem-teman terdekat. Rejeki pantang di tolak, apalagi di tanah seberang, pamali hukumnya. Meskipun sebenarnya tidak perlu pindah ke tem-teman pun tidak masalah, karena bus bisa di-awe-awe dari depan tempatku kerja. 

Agaknya yang tampaknya rejeki belum tentu benar-benar rejeki. Belum sampai di tem-teman, tampak bus Jahe Raya Patas AC model Genesia telah beranjak ke selatan. Cukup tau aja (ikut bahasa yang lumayan populer saat ini) di sini body Genesia lumayan “uwoooww” apalagi dengan kondisi body yang memang masih kinclong. Itu juga belum lagi jika dilihat dari tarif bus Patas AC yang hanya lima ribu perak lebih mahal dari tarif bus ekonomi non AC. Seandainya mau mengasihani diri mungkin sudah kunyanyikan lagu “lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia”......ealahhh.... Bus dari perusahaan dengan tiga lini usaha (bus reguler, pariwisata, dan angkutan karyawan) yang juga pemilik pertama Jetbus HD dengan plat KT itu melenggang berlalu ke selatan. 

18.05 aku telah sampai di tem-teman, dengan sebuah bus ekonomi terparkir di depanku, bus Samarinda Lestari model selempang entah buatan karoseri mana. Bus bermesin Nissan Diesel front engine ini masih mulus juga, menandakan alam di sini cukup bersahabat terhadap keawetan body bus, atau mungkin kepiawaian perawatan body, atau apapun juga yang jelas cukup eyecatching lah menurutku. Bagaimana menurut anda?? Silakan dinikmati, dan dikomentari sendiri-sendiri, syukur kalau ada waktu dicicipi sendiri ke sini (selama saya masih di sini, saya siap jemput dan bantu akomodasi  semampu saya).

Samarinda Lestari Bumel

Apakah saya putuskan naik bus ini? Nanti dulu, siapa tahu ada Patas AC di belakangnya?? Masyarakat pengguna bus di sini biasa mengatakan kalau naik bus di sini untung-untungan, kadang dapat Patas, kadang dapat Ekonomi. Ahh tenane?? Perasaan kalau lagi pulang dari makan siang antara jam 13.30-14.00 selalu Meranti Etam evonext yang parkir. Dugaanku sih mungkin ada jam pemberangkatan yang tetap, tapi karena tem bus ekonomi dan Patas AC dijadikan satu line, dan ditambah kurang perhatiaannya masyarakat terhadap dunia perbis’an, maka seolah bis-bis di sini berangkat secara acak. Sepuluh menit kemudian tampak bus Lintas Raya (Jahe Raya grup versi non AC) masuk tem-teman. Apeessss Jhonn, ekonomi maneh....... ehh tunggu dulu, ternyata Lintas Raya cuma mau mengantar segelintir penumpangnya ke Samarinda Lestari karena okupansi jauh dari ekspektasi. Jadilah SL pink ini masih ngetem.

18.30 Tampak dari arah jembatan Mahakam sebuah bus dengan lampu mayang di atasnya, waahh ekonomi maneh....dari kejauhan sudah kuidentifikasi sepertinya Meranti Etam mitsubishi Front Engine. Maklum, meskipun sudah pukul 18.30 di sini belum sepenuhnya gelap. Meranti Etam “nano-nano” segera menepi, mengisi lapak yang ditinggalkan Samarinda Lestari. Ganjal dari logam berbentuk Prisma segera dipasang oleh asisten pengemudi. (kalau di Jawa biasa ganjal dari kayu ya? Ini di kalimantan yang notabene kayu-nya lebih gedhe dan banyak kok ganjalnya malah dari logam?).
Masih mau nunggu Patas?? Masih laahhh, jarang-jarang ngebis di sini, sekali ngebis harus yang sitimewa. Harus Jetbus HD dengan lampu kolong & Strobo dan bermanufer ciamik saat menikung ke kanan selepas jembatan Mahakam...haiiiissshhh....... Okelah, untuk kali ini aku cuek di samping bus, tak beranjak sedikitpun selain karena masih menunggu peluang dapat bus lebih bagus, juga karena tas punggungku yang beratnya lebih dari sepuluh kilo ini seolah menjadi jangkar buatku. Nanti saja, kita lihat bus apa yang menyusul, kalau Patas maka aku naik Patas itu, kalau ternyata Ekonomi yaa langsung masuk ke “nano-nano” wanna be ini.
Meranti Etam "nano-nano" wanna be


18.50 Dari arah Jembatan Mahakam tampaklah Pontiac Prima Nissan RB masuk, hendak mengisi tem-teman. Ok-lah, berarti jodohku dengan si “nano-nano” wanna be ini. Baru saja meletakkan pantat di kursi barisan dua dari kiri dan tas di sebelahku, masuk Pak Mandor ke dalam bus “yaaa, oper ke bus belakang” perintahnya kepada seluruh penumpang. Duhh bukan repotnya pindah yang jadi masalah, tapi tampak seperti orang bego-lah aku di petang itu. Dari tadi hanya di luar saja, giliran ada bus mau perpal malah naik ke dalam. Untung di sekitar situ nggak ada Lek P*, atau Cak P*, atau Ko H* yang pastinya bisa menertawakanku sampai berguling di lantai....berguling di lantai.....

Beruntung kursi keramat masih sempat kuamankan di bus dengan cat agak kusam itu, beberapa waktu lalu aku sempat menyaksikan bus ini eMBeKa di dekat SPBU Gunung Lipan, tak seberapa jauh dari tempat kerjaku. eMBeKa apa itu, silakan japri ke Iwan “heuheu” Kurniawan sebagai pencetus kosa kata ini yaa.... yang jelas bus eMBeKa di Jawa dan di Kalimantan ada kesamaan, yaitu disematkan ranting di bagian belakangnya. Semoga malam ini aku nggak Jackpot dapat eMBeKa juga. O ya, hari ini aku cuma mau ke Balikpapan saja, tidak ada misi mengejar check in di airport, jadi mau kalem aja akurapopo. Paling cuma nggak enak kalau sampai Balikpapan kemalaman, karena aku nanti malamnya numpang perpal di rumah teman di Balikpapan, ga enak kan kalau sampai larut malam ketuk-ketuk rumah orang.

19.05 Bus mulai beranjak dari tem-teman, entah bus apa yang menyusul di belakangnya, aku enggan mengecek. Kalau misal Patas AC, nanti malah makin nyesel. Bus berjalan perlahan, okupansi penumpang sekitar tiga puluhan, sekitar tiga perlima dari total seat tersedia. O ya, ada yang beda di sini. Penumpang sudah “digunting” oleh Pak Mandor sejak masih di tem-teman tadi. Secarik tiket resmi langsung diberikan bersamaan dengan perpindahan uang sejumlah dua puluh lima ribu itu. Bagaimana dengan penumpang “meteran”?? sepertinya langsung bayar ke crew. Jelang keberangkatan, Pak Mandor memberikan uang jatah solar ke pengemudi bus ini. Nominal dua ratus dua puluh ribu. Sementara uang dari hasil guntingan tadi dibawa pulang oleh Pak Mandor, untuk disetorkan tentunya. Bagi anda yang senang perhitungan uang jalan, tentunya bisa menghitung berapa jarak antara Samarinda ke Balikpapan dari keterangan nominal uang solar itu.
Tiket

Laju bus hanya di kisaran dua puluh hingga empat puluh kph. Menyusuri rute Gunung Lipan (di sini Gunung artinya bukit, jangan bayangkan Gunung lengkap dengan kawahnya), lurus menuju Pasar Harapan Baru, Pasar Loa Janan, menyusuri jalan lama yang sejajar dengan alur sungai Mahakam. Tampak kerlap-kerlip lampu Kapal di tengah sungai sana, dan diselingi silaunya lampu sorot di galangan kapal yang menyebar di tepi kanan-kiri sungai. Sesekali laju bus melambat saat berpapasan dengan bus ¾ angkutan Karyawan, berbeda dengan bus mitsubishi ¾ di Jawa, bus karyawan di sini hampir semua HD karena menggunakan penggerak roda 4x4 modifikasi. Bus-bus tersebut harus menggunakan penggerak roda 4WD karena harus keluar masuk area Tambang yang terkadang berlumpur. 

Pertigaan Koramil Loa Janan, bus berbelok ke kiri, menjauh dari tepi sungai Mahakam. Apabila lurus maka akan menuju ke Loa Duri, karena malam ini aku mau ke Balikpapan, bukan Loa Duri maka cerita tentang Loa Duri di skip aja, ceritakan di lain waktu. Per-nyeser-an kali ini mampu menjaring sekitar lima sampai enam orang. Semoga batu bukan penumpang meteran

19.36 Pertigaan By Pass. Jika lewat By Pass mungkin lebih hemat waktu sepuluh menit. Di depan Yard Cipaganti, laju bus mulai ditambah. Baru sekitar satu kilometer melaju, penumpang meteran pertama turun, Seorang wanita muda tergolong “makhluk halus”, empat puluh lima menit waktu yang dihabiskan untuk dari tempat ngetem sampai di depan Gang Pemukiman “Purwosari” tempat dia turun, mungkin dua kali lipat dari waktu tempuh menggunakan kendaraan pribadi. Ongkos senilai sepuluh ribu rupiah diberikan ke asisten driver. 

Perjalanan dilanjutkan lagi, kali ini no nyeser karena sudah bukan daerah padat. Tampak Nissan rear engine ini masih OK dalam memberikan daya dorong. Bahkan engine yang pernah jadi salah satu “engine besar” di jamannya ini terlalu besar memberikan daya dorong, sehingga pengemudi tidak mampu menampilkan driving style yang halus dalam melahap jalur poros yang berkelok-kelok. 

Jam berapa aku lupa, bus berhenti di seberang SPBU Loa Janan, tepatnya di KM 21 Poros Samarinda-Balikpapan untuk mengasup “minuman energy”nya. Kok di seberang?? Yups....solar yang digelontorkan ke dalam tanki bahan bakar bukanlah solar dari SPBU melainkan solar eceran, yang biasa kami beli seharga tiga puluh lima ribu rupiah per jerigen “b*moli”, entah takaran pas atau tidak. Kali ini crew memborong senilai empat puluh liter, atau setara dua jerigen besar. Bagi anda yang tertarik  dengan perhitungan pengeluaran solar, maka anda dapat menjawab berapa banyak crew nombok karena beli solar eceran. Bukan begitu??? Heuheuheu.... Di seberang sana sendiri tampak papan pengumuman di depan SPBU “Solar dalam pengiriman” dipajang di mulut SPBU  (hal biasa ini di Kalimantan, beda dengan di Jawa yang Solarnya hampir selalu tersedia). Di tempat inilah aku sempatkan mengabadikan bus yang membawaku menuju Balikpapan.
Pontiac Prima-Bone Indah Raya

Semua penumpang telah kembali ke posisi masing-masing. Pengemudi memasukkan tuas persneling ke posisi 2, sambil menekan kopling penuh. Handbrake dinonaktifkan. Bus menggelinding pelan karena kontur jalan yang menurun landai. Saat kopling diangkat, “greeeennngggg.......” engine aktif. Yaa beginilah cara menyalakan engine ala Pontiac Prima. Mungkin karena lemah di sistem starternya. Bus melaju tanpa membuang waktu. Tak usah khawatir bus banyak berhenti menaik-turunkan penumpang, karena di sini tidak banyak perkampungan atau pusat keramaian. Penumpang meteran kedua turun di KM 40an.

20.20 bus mulai memasuki kawasan Hutan Soeharto. Di luar sana mulai hujan, membuat laju kendaraan kedua arah tidak bisa maksimal, terlebih dengan alur jalan yang berkelok menembus hutan tanpa signal seluler ini. Beruntung lajur menuju Balikpapan tidak terlalu padat.

20.47 Dua orang melambaikan tangan membuat bus menepi jelang akhir dari wilayah Hutan Soeharto. Entah apa yang dilakukan kedua orang ini di pinggiran hutan.

20.52 Keluar dari Kawasan Hutan Soeharto, yang ditandai dengan Rest Area “Tahu Sumedang” yang mengapit badan jalan. Sedikit OOT tentang Rest Area ini, seluruh karyawan/i di Rest Area ini “diimpor” dari tanah Priangan. Lokasi yang relatif di tengah Poros Samarinda-Balikpapan membuat Rest Area ini selalu ramai kendaraan yang melintas Samarinda-Balikpapan ataupun sebaliknya, sebagai tempat relaksasi pengemudi ataupun penumpang, apalagi yang tidak biasa bepergian jauh.

20.58 Bus menepi di sebuah perkampungan, entah apa nama daerahnya. Asisten driver turun di tempat ini. Lhoo...??? praktis sekarang hanya tinggal pengemudi sendirian sebagai awak kabin. 

Perempatan Samboja, dua penumpang turun,berikut satu orang naik. Aku pun berpindah ke posisi CB untuk mengabadikan aksi goyang ngeblong sang pilot, ehhh......maksudnya membantu proses loading-unloading, membuka dan menutup pintu bus, membantu meringankan beban sang Pengemudi. Pak Pengemudi mempersilakan untuk duduk di kursi CD sebelahnya. Mungkin lebih layak dari posisi CB yang hanya ada bangku sekedarnya. Kami mulai membuka pembicaraan. Bapak ini tidak segarang tampilannya yang gondrong. Beliau cukup ramah dan sepertinya senang dengan adanya teman ngobrol dalam menyelesaikan sisa tugasnya malam itu. Beliau bercerita tentang bus Samarinda-Balikpapan yang sudah lama digelutinya, termasuk juga tentang beberapa armada Bone Indah Raya grup yang pernah diawakinya (Bone Indah Raya-Meranti Etam-Pontiac Prima satu grup). Sedikit banyak aku mendapat informasi tentang dunia per-bis-an di Kaltim ini. Dengan logat Sulawesi Selatannya bapak ini menceritakan dengan gamblang, termasuk beliau juga memuji evonext-evonext terbaru Bone Grup, sebagai body yang stabil dan nyaman bagi penumpang.

Tak terasa lebih dari setengah jam kami ngobrol, bus telah memasuki keramaian kota Balikpapan. Pertigaan arah Pelabuhan Kariangau bus menurunkan beberapa penumpangnya. Semua lewat pintu depan dengan aku sebagai penjaga portalnya. Hmmm mengingatkanku dengan “jobdesk” jaman waktu muda lagi kurus dulu saat menjadi “palang pintu belakang” Tri Sakti.a sepanjang Magelang-Semarang kala berangkat kuliah dulu.

Penumpang berikutnya adalah rombongan seorang bapak dengan dua anaknya. Anak yang kecil aku angkat pinggangnya saat hendak menuruni tangga yang tentunya terlalu tinggi untuknya. Hehehehehe masih lincah juga yaa aku dlm urusan ini.

Bus berbelok ke arah Terminal Batu Ampar tepat dengan tercurahnya air dari langit dengan derasnya. Semua sisa penumpang turun di Terminal Batu Ampar. Tak lupa aku ucapkan “maturnuwun pak”, ehhh mana dia paham....”terima kasih Pak” kalimat perpisahan dariku, seraya kemudian membuka pintu dan lari ke tempat berteduh. Beberapa angkutan kota menunggu kami di sekitar bus. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 saat aku dan dua penumpang lain berhasil me-nego angkot hijau untuk mengantar kami menjauh dari rute seharusnya.  Di Balikpapan ini, angkotnya lumayan flexibel, mau mengantar penumpang menyimpang dari rute seharusnya apabila tawaran dari penumpang cukup menarik, terlebih di malam hari. Untuk fasilitasnya, angkot di sini menggunakan mobil Carry Futura mayoritas, dan semua bangku utama menghadap ke depan yang semuanya ada sandaran punggungnya + dua bangku tambahan menghadap ke pintu tengah. Yang special adalah angkot di sini anti ngetem berlama-lama kecuali di titik start. 

Pukul 22.15 aku sampai di rumah teman yang hanya sepelemparan batu dari stadion Persiba. Meskipun sudah larut malam, tapi untungnya teman di sana masih mau membukakan pintu..hehehhe....

*T*A*M*A*T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar