Sabtu, 17 November 2012

(Caper) Dalam Asa Menjawab Rasa Ingintahu


17.50 Semilir hawa dingin penyejuk ruangan menyambutku saat kutapaki relung diantara deretan kursi kiri dan kursi kanan yang berbaris padat namun rapi. Dua buah bangku di sisi kanan baris ke enam menjadi jodohku. Bangku berbahan busa dibalut kulit Oscar dan sarung kain di sepertiga sisi atasnya ini masih cukup nyaman. Kendati posisinya yang ada di baris ke-enam namun jarakku ke kursi terdepan maupun kursi terbelakang sama-sama jauhnya.

Di dalam kabin hanya ada belasan orang, membuat hawa dingin AC central ini benar-benar terasa “Cess……” untung pada perjalanan kali ini kukenakan jaket tebal nan hangat sehingga hawa dingin tak sampai mengusik kenyamanan. Melintasi depan Terminal Ngadirejo laju bus melambat, diikuti dengan lambaian dari agen Resmi PO terbesar di Indonesia ini. Bus kembali dilajukan sekitar dua kilometer kemudian di pertigaan desa Muntung naiklah seorang bapak berpeci dengan satu kardus bawaannya. Bus kembali melaju lincah menyusuri jalan di tengah hutan. Sebuah Ramayana Non AC menjadi pengawal busku hingga bunderan Sukorejo.

Sampai di Sukorejo berhenti lumayan lama. Berbeda dengan bus malam pada umumnya, bus ini berhenti lebih menepi. Penumpang dari Agen Sukorejo naik kemudian segera mencari tempat kosong. Entahlah masih berlaku atau tidak sistem penomoran tempat duduk. Sejurus kemudian naiklah tiga orang pemuda sambil membawa sebuah gitar dan kemudian menyanyikan lagu. Yang unik adalah mereka menyanyikan lagu “Dear God” Avenged sevenfold dalam bahasa Indonesia. Kreatif !!

Sekian lama bus tidak segera dijalankan, aku turun dan menuju agen karena hasrat BAK, maklum bus ini tidak dilengkapi toilet. Sebelum naik sempat kulihat ketiga crew sedang duduk di warung tenda tepat di sebelah kiri bus sambil menulis sesuatu, sementara barisan Santoso, dan OBL Safari Dharma Raya mulai melewati kami dengan santainya. Total hampir duapuluh menit bus berhenti dan kemudian kembali melaju. Hanya dua orang crew yang naik, ohh berarti yang satu tadi pengawal. Kernet yang bertugas kemudian mulai menyensus tujuan masing-masing penumpang.
“Pemanukan mas” kata penumpang di belakangku yang baru saja naik.
“Wah nggak lewat mas, Pemanukan macet, nanti kami lewat tengah” kata sang asisten pengemudi dalam bahasa Indonesia.
“Ini lewat Subang mas” lanjutnya
“Oh pas, saya memang mau ke Subang”
Masalah selesai.

Sempat terjadi ketegangan saat bus berada di sebuah tikungan “U” di ruas Sukorejo-Weleri. Arus kendaraan harus berjalan bergantian sementara dari arah berlawanan sebuah Mitsubishi Canter nopol H1948EM dengan muatan besi yang menjulur ke belakang bersebelahan dengan bus kami. Truck dengan extra “overhang” belakang itu terus merangsek, karena muatannya yang berat, sehingga pantang berhenti. Tepat di luar posisiku duduk, spion truck sudah menempel di body bus. Bus berhenti, pergerakan 5cm kemudian spion truck sudah terlipat karena dorongan body bus. Menghindari gesekan yang lebih besar lagi, kedua kendaraan menata ulang posisinya dengan sekali maju-mundur. Titik kritis bisa dilewati.

Di depan pasar Weleri laju bus melambat, sebelum kemudian setelah meninggalkan keramaian barulah bus mulai digeber. Getaran mesin Mercedes OH 1521 keluaran terakhir ini cukup besar terasa untuk ukuran bus malam. Beruntung tidak diikuti dengan bunyi-bunyian benturan benda-benda keras. Sendang Wungu, Telaga Asri, Bukit Indah, Kota Sari, Raos Eco semua rumah makan sedang disinggahi pelanggan-pelanggannya. Bus terus melaju hingga masuk tanjakan Plelen. Pertanyaannya: “Mau singgah istirahat di mana kah malam ini?"

Jalur alas roban hingga Batang belum banyak kendaraan yang lewat, tanpa halangan berarti bus terus melintas. Dari arah berlawanan mulai masuk armada Jawa Timuran, diikuti Wonogiren, dan sesekali bumel jarak jauh Bandung-Cirebon-Semarang-Solo. Melintasi kota Pekalongan dengan penuh perhatian crew, terkhusus di tiga spot tertentu laju bus melambat.

21.30-22.00 Bus berhenti di sebuah rumah makan dengan parkiran luas yang dipenuhi truck. Istirahat makan tanpa ada bus lain yang ikut parkir.

Perjalanan dilanjutkan melewati lingkar selatan kota Pemalang, tidak melewati lingkar Pemalang pada umumnya. Selepas Pemalang sebuah Grindulu mencuri perhatianku saat melaju kencang di sisiku. Hmmm……..target yang tak juga bisa didapatkan. 

Memasuki kota Tegal, mulai ramai bus yang menyusul menuju barat, hingga sampai perempatan jalan ke Slawi tampak LP 64 Marcopolo memberi kode bahwa di Brebes macet total. Kedua bus segera berbelok kiri menuju Slawi. Busku ada di depan, sementara LP 64 mengikuti dari belakang. Di beberapa perempatan bus melambat sembari mencoba cari informasi dari warga setempat jalan menuju Slawi. Puncak keragu-raguan crew tampak saat bus nyelonong masuk ke jalan Perumahan, padahal harusnya belok ke kiri. Beruntung tidak sampai jauh kesasar, hanya sampai di “mulut gang” saja. LP 64 segera mengambil alih posisi, sementara bus harus mundur dan kembali ke jalan yang semestinya. Aku pindah ke CD sekedar menghindari kalau-kalau kesasar lagi karena kebetulan jalur Tegal-Slawi-Ketanggungan lumayan terekam dalam ingatanku. 

Memasuki Kota Slawi kedua bus masih melaju beriringan. Tampak LP 64 beberapa kali melambat, menunggu pengikutnya mengimbangi lajunya. Ada puluhan bus malam mulai yang berpapasan di sepanjang jalur Slawi-Ketanggungan, mulai Jogjaan, Soloan, Jatim’an, dan Muriaan. Sampai di Ketanggungan setelah melewati “Pos” Dishub, sempat kuperhatikan berpapasan dengan bus Limas, sepertinya menuju Klaten waktu baru saja menunjukkan pergantian hari. Kulirik di sisi kiri tampak asisten driver sudah pergi jauh ke alam mimpi sana.

Memasuki Tol Pejagan LP 64 melaju pelan mempersilakan kami untuk jalan duluan. Melaju di lintasan yang lumayan sepi laju bus beberapa kali menyerong ke kiri, pertanda kelelahan membayangi pengemudi. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kucoba ngobrol dengan sang pengemudi. Laju bus yang tanggung di sepanjang lajur Tol membuat LP 64 disusul dua buah Nusantara sukses membalap busku. Selepas Gerbang Tol Mertapada yang megah yang seolah kemewahannya menjadi isyarat ongkos Tol yang harus dibayarkan, bus menepi Sang pengemudi keluar dan menunaikan hasrat BAK-nya. Setelah berjalan keliling bus, kemudian kembali ke posisinya. Tentunya bukan sekedar BAK saja yang dilakukannya, rasanya lebih tepat untuk dikatakan mengusir kantuk. 

01.10 Bus meninggalkan Tol melalui exit Tol Plumbon dan mengarah ke Kota Cirebon. Tepat selepas Tol di sisi jalan tampak “transaksi malam” sedang berlangsung di sana, lebih tepatnya mengadopsi sistem drive thru. Bus melaju terus melintasi Harjamukti, kemudian lurus ke arah persimpangan yang ke kanan arah Palimanan sedangkan lurus menuju Majalengka. Bus menepi, kemudian kedua crew yang bertugas membangunkan seorang wanita muda di posisi hot seat. “Mbak, Pemanukannya sini yaa, nanti saya operkan”. Rupanya dalam manifest malam itu ada dua orang dengan tujuan Pemanukan, yang satu sudah beres sejak awal karena memang mau ke Subang, sedangkan mbak-mbak ini memang mau ke Pemanukan. Sekian lama tidak ada bus lewat, kucoba menawarkan solusi agar transit menuju Pemanukan dilakukan di Cikampek atau Subang saja. Dengan pertimbangan masih terlalu pagi, ongkos oper yang lebih besar, dan juga pertimbangan keamanan (tahu sendiri lah Cirebon). Setelah semua setuju bus kembali melaju. 

Menjelang Kadipaten kembali ritual di Mertapada diulangi. Puncak dari kelelahan pengemudi adalah pukul 02.30 dia membangunkan mas kernet agar menggantikan posisinya. Pengemudi yang asli segera mundur ke salah satu kursi, sementara kernet mulai melajukan bus dengan hati-hati. Kendati bukan pengemudi resmi, namun cara membawa bus sudah lumayan halus, tampaknya sudah menjadi job desk-nya sehari-hari untuk menggantikan pengemudinya.

03.30 Subang, kedua penumpang dengan manifest asli Pemanukan itu turun, entah sudah ada angkutan menuju Pemanukan atau belum. Tawaran untuk turun Cikampek dan naik bumel menuju Pemanukan tidak disetujui oleh penumpang tersebut. Selepas Subang aku pindah ke Belakang, toh tidak ada gunanya lagi duduk di kursi CD kalau Cuma mau ngowoh

05.50 “Pulo Gadung, Pulo Gadung” Aku terbangun dan kuidentifikasikan tempat itu adalah exit Tol Wiyoto Wiyono menuju arah Cempaka Putih. Beberapa penumpang tujuan Pulo Gadung turun di Cempaka Putih, kemudian bus berbelok ke kiri, menuju arah Senen-Kemayoran. Karena tidak ada penumpang tujuan Kemayoran, maka bus langsung masuk Tol tanpa mampir Pool. 

Daan Mogot, Bitung, dan Terakir Balaraja menjadi spot-spot pemberhentian bus “plat merah” ini. Aku turun tak seberapa jauh dari tempat Santoso seri O dan T sedang dimandikan, waktu menunjukkan pukul 08.10 waktu Balaraja.

Terjawab sudah rasa penasaranku atas salah satu pemain lama di jalur Jogja-Jakarta ini. Taste yang beda dibanding para pesaingnya, warna yang unik dalam sebuah perjalanan. Dan sesuai dengan perannya sebagai tokoh utama cerita, maka nama-nya kuabadikan dalam akronim judul catatan perjalanan ini. 

Selasa, 13 November 2012

CaPer : PK Bandung-Rembang, Siapa yang pantas, yang bisa kuandalkan?

Turun dari Karunia Bhakti bumel di Cileunyi, perjalanan ke Jateng dilanjutkan dengan naik Angkot Cileunyi-Cicaheum, Terminal Cicaheum itu seperti apa, besar atau kecil, banyak calo atau nggak aku belum pernah tahu, tapi cuek aja lah. Dengan tampang anak ingusan, dan hanya bawa tas punggung dengan isi nggak seberapa pasti nggak bakal menarik perhatian orang berniat buruk. Melalui jalanan kota Bandung yang “mbingungi” dan macet, ditambah hujan mewarnai perjalananku di dalam angkot. Rencana mau naik Budiman Wonosobo, nanti dari Wonosobo nyambung Bumel ¾ Putra Perdana pertama yang kearah Magelang, turun di Parakan, pulang kerumah Parakan, agak malesnya kalau naik Budiman lagi, bisa di cap lagi promosi Budiman nih, ah ingin coba bus lain, sudah puas dengan pelayanan prima Budiman, rasanya kalau ada bus lain, pilih yang lain aja. Alternatif berikutnya naik Bumel ekonomi Sami Jaya/Sahabat lewat Sumedang-Pantura, turun di Semarang pulang ke kost, tapi agak berat juga kalau harus naik ekonomi lagi. Alternatif ke tiga Budiman Magelang, langsung pulang Magelang, tapi yaaahh masak harus Budiman Lagi, rutenya juga 90% sama dengan jalur berangkat, trus nanti kalau kepagian nyampai rumah juga harus bangunin orang tidur buat bukain pintu, ga enak ah sama orang tua… Alternatif ke empat bus ke Jogja pasti masih banyak, Ada Harum dan Alladin, tapi kalau naik itu cuman beda bis, tapi dapet rute yang sama persis dengan jalur berangkat. Daripada bingung pilih mana, let it flow aja, lihat-lihat keramaian kota Bandung di sore menjelang malam.

Lalu lintas yang macet sepertinya sedang menguji kesabaranku, dan ketenanganku, dari arah berlawanan lewatlah Pahala Kencana (nggak tahu yang Denpasar atau ke mana), diikuti KD wonogiri, daannn………….Budiman Wonosobo, alternatif pertama praktis gugur. Sebenarnya ada juga sih 3-4 Sahabat yang lewat tapi dari cara jalannya, kok sepertinya cuma mau pulang ke Cirebon , nggak terus ke Semarang (biasanya bus Bumel yang masih ngejar jarak jauh pasti lari “kesetanan” untuk mengejar pangkalan-pngkalan berikutnya.

Satu jam lebih di dalam angkot, akhirnya sampai juga di Terminal Cicaheum, ooo……..ini to terminalnya, walah kok malah terminal tipe C ginian (bukan bermaksud mengejek lho….). Hebat juga Pemerintah Bandung bisa memakai Lahan sekecil itu untuk pemberangkatan bus kearah Timur. Penataan yang simpel memudahkan calon penumpang memilih bus. Pukul 18.40 tepatnya, di area pemberangkatan masih ada Alladin ATB Solo (wah lumayan kalau tarifnya ekonomi, agak menghemat nih dapet AC), Bandung Express (ah chemistrynya belum nyambung), Nusantara (sudah sering banget perjalanan jauh pakai Nu3, paling juga rasanya Cuma begitu-begitu saja-cepat, nyaman, terjamin-), Budiman Magelang (sudah tidak penasaran sama rasanya Budiman), dan PK Rembang (Paling juga mirip-mirip Nu3). Sebelum memilih bus, prioritas utama malam itu adalah ngecas HP, dan juga ngecas perut, perlu diketahui hari itu aku belum sempat makan sedikitpun. Selesai dengan Indomie, barulah perburuan dimulai.

Ternyata Nu3 sudah take off, demikian juga dengan Bandung express, dan Budiman Magelang, nggak ada sedikitpun rasa kecewa karena juga sedang nggak ngebet naik bus-bus tersebut. Mampir ke Alladin ATB, Tanya harga “Jogja berapa?” jawaban Kondektur “80ribu”, okupansi penumpang hampir penuh, sebentar lagi pasti berangkat, dengan alas an mau ke toilet dulu kutinggalkan aja bus ini 80ribu = Budiman yang aku naiki pas berangkat kemarin. Lewat belakang bus, kernet Harum menghampiri, nyante aja mas masih banyak kok belakangnya, yeee………ni sama aja, mau ngrebut penumpang bus di depan. Menjauh sejenak kembali aku ke jalur pemberangkatan, dihampiri petugas PK, dengan ramah bertanya “Kemana Mas?”

“ Semarang ”, jawabku.

“Ikut ini aja mas bentar lagi berangkat”

“Berapa” ,tanyaku.

“90ribu gratis snack+makan”

“Penuh ga?”, tanyaku lagi.

“Nggak mas cuma isi 18”

Terkesan oleh keramahan petugas dalam meladeni calon penumpang, dan kesopanannya dalam menarik penumpang, maka kujawab “OK”. Tiket segera dicoret-coret, “Bayar uang pas ya mas”. Masuk kabin, kursi keramat dan kurang keramat berikutnya sudah diisi, mendingan belakang sekalian, menguasai kabin belakang, ternyata bukan 18orang, tapi termasuk aku hanya ada 14orang. Kupilih bangku diatas ban sebelah kanan tepat dibawah lampu kabin, lumayan lah bisa buat nulis-nulis sebentar. 2 jok aldila dengan leg rest kupakai sendiri lengkap dengan dua bantal dan dua selimutnya,…hehehe…..

19.16 Bus berangkat, penumpang tetaplah 14 dengan rincian 13 laki-laki dan 1 wanita (sayang udah ibu-ibu paruh baya). Snack segera dibagikan oleh kernet bus. Sambil membagikan snack dia bertanya, “Semarangnya mana mas?” dengan keramahan yang agak jarang ditemui pada crew bus lain. “Ini lewat kota kan ?” tanyaku balik, “ya” jawabnya, “Kalau gitu aku turun Dr Cipto”. PK dengan tujuan akhir Rembang ini harus berjuang membelah kemacetan dan lalu lintas yang padat di malam hari.



20.07 bus baru bisa melaju normal di daerah Jatinangor (lihat plang alfamart), dan segera masuk jalur berliku Bandung-Sumedang, kali ini adalah kesempatan keduaku melewati jalur ini, kesempatan pertama tepat setahun lalu dengan menggunakan Symphonie nusantara dalam acara KKL kampus, hanya saja keinginan untuk melewati jalur ini siang hari kok ya belum juga tercapai. Meliuk-liuk di jalur menanjak berkelok bukanlah hal sulit bagi mesin Hino RG, apalagi dengan penumpang hanya 14orang, terbukti taklama kemudian terlihat ekor Bandung ekspress, Sempat fight, meskipun jelas-jelas PK unggul tenaga, tapi nggak gampang menaklukkan Bandung ekspress karena jalan yang tidak memungkinkan untuk melakukan aksi overtake.

20.24 Jalan mulai turun, mesin kok anteng banget? Ternyata pakai aksi Netral, meskipun pakai gigi Netral, kecepatan nggak berkurang karena jalan yang memang menurun. ketika berangkat kemarin sempat juga berbincang dengan Mas Hendi, ketika itu Budiman melakukan aksi yang sama, “Nek Hino aksi Netral piye yo rasane?” (Kalau Hino Pakai aksi Netral gimana ya rasanya?”, kan berarti hanya mengandalkan rem mekanik. Ehh….sekarang keturutan juga merasakan kasi netral Hino, di jalan gelap berliku dan menurun, ya udah berdoa saja, moga nggak bablas….. Memasuki Sumedang Selatan bus berjalan beriringan dengan Bhinneka Patas Cirebon-Bandung, simbiosis ini berlangsung lumayan lama, dimana Bhinneka memandu laju PK dalam meng overtake kendaraan-kendaraan di depan, dalam beberapa tanjakan sempat juga driver PK memainkan gas ketika mengoper gigi, greng…greng…greng… untuk menjaga speed dan kestabilan laju bus. Simbiosis ini berakhir ketika Bhinneka menurunkan penumpang, jadilah PK ini single fighter, masuk daerah Cimalaka bus melaju kencang, padahal di pinggir jalan ada keramaian pasar. Kantuk yang datang mengajakku untuk touring ke alam lain, zzzzzzzzzzzzzzz….

Terbangun ketika masuk Kadipaten, jam menunjukkan pukul 21.41. Selanjutnya masuk rute yang sudah tidak asing lagi, yaitu Palimanan, Plumbon 2, dan keluar Tol Kanci pukul 22.39. Sepuluh menitan kemudian masuk RM Ramah Tamah, Makan Sop+Ayam rendang+The hangat lebih dari lumayan menurutku, rasanya pun OK. Selesai Makan mampir ke Warung untuk mengambil HP yang di cas(lagi).

23.19 Keluar Rumah Makan, dapat Rajawali & Bandung Ekspress, yang menyerah tanpa perlawanan.

23.37 Jembatan Cisanggarung (Perbatasan Jabar-Jateng) disini kendaraan berat berjalan merayap karena jalan yang bergelombang, tak jarang PK ini melaju di bahu jalan untuk melewati kendaraan-kendaraan berat tersebut.

00.13 Mengovertake Handoyo, posisi PK ini ada di antara rombongan bus yang berangkat siang, dengan bus yang berangkat malam, artinya bus-bus Solo/Yogya yang berangkat siang dari Jakarta sudah di depan, sementara bus yang berangkat malam dari Jakarta (Geng Murianan)masih di belakang. Bus berjalan beriringan dengan KD mulai Brebes, hingga terminal Tegal, ngantuk rupanya kembali membawaku ke alam lain…..zzzz…..

01.31 Memasuki Kota Pekalongan, perjalanan sungguh lancar tanpa hambatan, sehingga memudahkan sang driver untuk melakukan aksi netralnya…….., namun meskipun melakukan aksi netral, sama sekali sang driver tetap menjaga kecepatan, perkiraanku aksi netral dimulai ketika kecepatan mendekati 100kph, dan diakhiri ketika kecepatan mendekati 75kph.

2.02, di daerah Gentong Batang ngeblong kanan, melewati median jalan, karena jalur kiri macet total, sepanjang kurang lebih 500meter, ternyata ada truk yang melorot, hingga menghantam talud di kiri jalan, ditambah satu truk lagi yang mogok tepat di sebelahnya, praktis hanya ada 3/4 lajur tersisa, mepet bgt untuk bus/truk lewat, beberapa bus yang terjebak didalamnya ada Santoso patas Non AC, dan PK (nggak tahu jurusan mana), yang kulihat kernetnya sedang memandu sopirnya dari luar bus untuk memastikan bus tidak nyerempet truk yang mogok. KAmi duluan ya..................

Selanjutnya perjalanan kembali normal, jalur Roban masuk jalur kanan, selanjutnya Gringsing, weleri jalan lingkar, Kaliwungu jalan lingkar, Mangkang, pukul 3.12 Bus sudah masuk Bundaran Kalibanteng, ambil kanan, berarti masuk kota, tepat pukul 3.30 kakhiri kebersamaanku dengan PK Bandung-Rembang dimana aku turun di perempatan Milo, langsung lanjut ke kost.

Well……inilah akhir dari perjalanan Magelang-Yogya-Solo-Yogya-Bandung-Jakarta-Depok-Cianjur-Bandung-Semarang, nice trip with Pahala Kencana.

sesuai judul CaPer ini, Siapa Yang Pantas, yang bisa Kuandalkan, maka PK AC Toilet Bandung-Rembang memang pantas dan bisa diandalkan!!!!!!!



Tamat

Publish di Milist Bismania Community 5 Mei 2010

CaPer-CaPel (CAtatan PERjalanan-CAri PEngaLaman) Menyusuri Rute Legendaris Kp Rambutan-Bandung via Cianjur

Setelah sempat nimbrung pada KiPerPon edisi Warna-Warni Budiman, maka CaPer inilah kelanjutan dari perjalananku.

Sedikit review episode sebelumnya :

Pada akhir KiPerPon Warna-warni Budiman diceritakan bahwa kami berempat (Mas Wahyudi, Mas Fathur, Mas Hendy, dan aku sendiri) berpisah baik-baik di Terminal bekasi (bukan karena uang, apalagi karena wanita lho ya…..). Mas Wahyudi Sendiri memilih untuk menunggu di Terminal Bekasi sampai jam Sembilan karena ada janji dengan rekanan pagi itu, Semantara Mas Hendi yang diburu jam kerja langsung saja nyengklak bis Jurusan Tangerang, Mas Fathur memilih naik PPD, sementara aku sendiri naik Mayasari ATB ke Kota. Sebenarnya sudah disarankan oleh Mas Wahyudi untuk naik jurusan Kampung Rambutan, dari sana langsung oper angkutan ke Depok, karena memang keperluanku di UI Depok, namun dengan pertimbangan takut kepagian sampai Kampus UI, celingak celinguk nggak jelas, maka kuputuskan untuk naik bus ke Stasiun Kota, dan nyambung Kereta Jakarta-Bogor.

Singkat cerita urusan di UI selesai dalam waktu kurang dari setengah jam, jam sepuluh tepat semuanya sudah beres, rencana awal untuk balik ke rumah aku ingin coba New Santoso Seri H AC VIP, yang katanya baru jalan 1PP dengan Armada Hino RK8. Rencana itu kubatalkan, karena biasanya Santoso Berangkat dari Simpang Depok kurang lebih jam 2- Jam 3an, wah bisa lumuten nih kalau nunggu 4 jam.

Akhirnya kuputuskan untuk mencari pengalaman baru mencoba apa yang selama ini belum pernah dilakukan. Dengan sedikit informasi tanya sana-sini, maka diputuskan untuk estafet lewat Bandung (lagi), namun dengan jalur CIawi-Cianjur. Dari Jalan Margonda Raya, naik Mikrolet 112, langsung menuju terminal Kampung Rambutan.

Sekitar Jam 12an Sampailah aku di Terminal Kampung Rambutan, dimana sudah menunggu PO Karunia Bhakti, Ekonomi Jakarta-Garut Via Cianjur, dengan okupansi penumpang yang baru sekitar 10% sebenarnya malas juga untuk langsung masuk ke bus, iseng-iseng tanya kondekturnya, “Bandung berapa?” dijawab “25ribu”. Melihat kursi keramat masih osong, langsung saja masuk, yaaaahhhh…………Sauna dikit ga papa lah, demi mengamankan Singgasana. Perkiraan pertama bahwa Sauna dikit ternyata meleset, hampir 20 menit didalam bus ekonomi bermesin Hino RK8 ini membuatku gobyos (mandi Keringat), untung saja seragam hitam BMC Jogja sudah kutanggalkan, jadi cuma pakai kaos putih saja (bukan oblong lho……), bisa dehidrasi aku seandainya siang itu masih pakai baju rangkap.

Finally, bus beranjak juga dari jalur pemberangkatan di Terminal, asyiiiikk, bakal dapet angin semilir nih, o ya parahnya lagi bus ini memakai karoseri model Travego, jadi untuk bangku deret pertama dan kedua tidak ada kaca jendelanya (nggak tahu keluaran karoseri mana, mirip Primajasa yang dulu kunaiki dari Leuwi Panjang ke Cikampek). Baru saja keluar dari Terminal ternyata berhenti lagi, ya ampun…ternyata Cuma pindah tempat Ngetem, masih sekitar lima belas menit disana, kemudian jalan lagi, moga-moga bener jalan nih. Setelah berjalan kurang lebih 200meter, hingga menjelang U-turn menuju Tol, bus berhenti lagi……..hhhhh………panaaaassssss.. ni sopir kok sabar bener ya, disuruh kodekturnya ngetem berlama-lama mau juga, beda dengan Bumel-Bumel di Jateng, ngetem kelamaan gas langung dimainkan. Pukul 13.02 akhirnya masuk gerbang Tol Gedong, kesan pertama OK sih, gas berani diinjak dalam-dalam, beda dengan Bumel Jateng, yang banyak pakai aksi netral. Setengah Jam didalam Tol bus menunjukkan kekuatan mesin Hinonya, 80% kendaraan berhasil dilewati, sayangnya tidak ada suguhan duel antar bus. Keluar Tol Ciawi, bus menurunkan penumpang, maklumlah bus Bumel, penumpang jarak dekatnya pasti banyak. Bus Ngetem lagi sepuluh menit di Pasar Ciawi, sebelum jalan menanjak, sempat menanyakan dengan Karunia Bhakti yang kres seberapa jauh bus di depan, sebelum akhirnya berangkat lagi.

14.08 Masuk Cisarua, udara segar mulai menyapa, pemandangan mulai bagus, Kiri-kanan jalan dipenuhi villa, yang dipagari oleh lapak penjual buah-buahan, indahnya………,hanya saja sayang-sayang seribu kali sayang, kondisi baterai HP drop, karena sedari pagi tidak dapat kesempatan untuk ngecas HP, sehingga untuk CaPer ini tidak ada yang bisa diabadikan. Setengah jam berlalu, bus melaju lincah melalui tanjakan dan kelokan, dari kursi terdepan suara mesin terdengar tenang, nggak bisa dibayangkan kalau bus ini pakai mesin Mercedes, wah pasti sudah nggereng-nggereng (meraung-raung). Pemandangan villa mulai berganti dengan perkebunan teh, o…….. ini to daerah yang biasa dipakai foto di bungkus teh, hehehe………..maklum namanya juga CAri PEngaLaman, pertama kalinya lewat, mungkin akulah penumpang yang paling banyak tengak-tengok.

Satu jam disuguhi pemandangan yang mempesona akhirnya sampai juga di tugu perbatasan masuk Kabupaten Cianjur, jalan mulai turun, dengan pemandangan dari wide screen (kaca depan) berupa desa-desa yang terhampar di lereng pegunungan, mirip Kledung Pass di daerah Temanggung-Wonosobo. Sebentar kemudian masuk daerah Cipanas, Cimacan, atau Pacet, aku sendiri kurang tahu, lihat plang Indomaret bilang Cimacan, Plang Koramil ditulis Cipanas, ada lagi tulisan Pacet, ah pokoknya daerah itu. Masuk keramaian kota Cianjur jam Menunjukkan pukul 15.24, sebelum bus dibelokkan melalui jalan lingkar. Tepat pukul 16.00 lewat pasar Ciranjang sempat terbaca Bandung 34kilo. Lepas dari Ciranjang, kali ini mendapat suguhan mengesankan dari sang bumel dimana jarak 19kilo ditempuh dalam 15 menit! Padahal jalan yang dilewati tetaplah jalan berkelok di lereng gunung. Namun sayangnya untuk jarak 15 KM kedua bus tidak bisa lagi mengulang prestasinya, banyaknya truk Toyota pengangkut kapur menjadi penghalang, namun tak jarang pula bus berani ngeblong tikungan mati, dan bahkan memaksa pengguna jalan dari arah berlawanan turun ke bahu jalan. Pemandangan di sini ada pegunungan kapur di kiri-kanan jalan, dengan beberapa tobong pabrik kapur, seandainya ada kesempatan untuk mengabadikan…………………………………..

Satu objek lagi yang terlalu sayang untuk tidak diabadikan adalah jembatan sungai Citarum, dekat waduk Saguling, yang juga menjadi gerbang Kabupaten Bandung. Finally, setelah ngetem sepuluh menitan di gerbang Tol Padalarang, bus akhirnya masuk Tol pukul 17.04.

Perjalanan bersama Karunia Bhakti berakhir di Cileunyi tepat setengah enam sore. Memandang sisi lain dari perempatan tersebut dimana at the morning blind (dipagi buta) lokasi tersebut menjadi titik transit KiPerPon Warna-warni Budiman.

Waktu tempuh 4 jam 28 Menit dimulai dari Gerbang Tol Gedong (bukan dari Terminal Kampung Rambutan), dikurang waktu ngetem & menaik turunkan penumpang 30 menit, jadi 4 jam bus berjalan, bukan catatan waktu yang buruk buat sebuah bumel.





----bersambung-------


Sudah dipostingkan di milist Bismania Community 5 Mei 2010