Senin, 27 Januari 2014

Naik Gajah Ku mengantar ayah

Diawali dari gonjang-ganjing gara-gara situs mulkiplik hilang dari peredaran, maka saya rasa perlu untuk mem-back-up tulisan-tulisan saya ke sini. Beruntung jejak-jejak tulisan lama saya masih bisa diselamatkan via sent email yahoo saya.

Nah kali ini saya akan back up salah satu caper saya, yaa satu dulu. Koneksinya ngantri, dan lagi sudah malam ini. habis publish yang ini langsung deh cuci kaki teyus tidur.....ciyuuussss......

Naik Gajah ku mengantar Ayah.
 
6 Mei 2012
 
Hari minggu yang berbeda dari biasanya, Minggu-minggu sebelumnya selalu diwarnai perburuan lawan waktu menuju ke barat. Kali ini justru ngetan dan tidak ada cerita dikejar waktu.
Percakapan seminggu sebelumnya (sudah ditranslate) :
 
“Pah, buat minggu depan naik Ramayana aja yaa, turun Secang, sambung bumel ke Parakan” bujukku.
 
“Wah kok aneh-aneh, memangnya nggak ada yang langsung Parakan?”
 
“Ramayana bis-nya lebih nyaman, jok-nya longgar, makannya enak, tiket juga sama harganya” bujukku promosi, karena memang sedang kesengsem dengan si unyu-unyu dari Muntilan itu. Padahal jujur saja, diantara dua kandidat bus yang akan kami tumpangi, dua-duanya belum pernah aku mencicipinya juga.
 
“OBL kemarin kan Papah sudah pernah....” rayuku lagi..
 
“Nggak..... cari yang langsung, nggak pake oper-operan”...duhhhh...... yo wis nurut daahh..
 
Bagaimana dengan andalanku selama ini, Santoso?? Nggak ah, sementara prei dulu, AC Vip 7 baris seat buatan karoseri non leg rest langsung kucoret. Orang tua harus naik minimal eksekutif, sukur-sukur dapet super eksekutif.  Lagipula tidak ada misi mengejar waktu.


Siang jelang sore itu kami berdua telah berada di resto-nya Mas Mul Soto, sambil mengisi perut, sesekali kami menengok ke depan, kalau-kalau bis yang akan mengangkut kami telah tiba di pelataran terminal. Setelah makan, sejenak kami berkeliling terminal, ada Handoyo New Celcius, ada Ramayana E3, dan sejenak kemudian muncullah sosok Gajah Temanggung yang akan menggendong kami bertolak ke Timur. Oh ya, seingatku hari itu ada pula Mas Ponirin yang -dikala itu- masih galau. Tumben juga kok nggak sedang on duty menyiapkan bahan untuk membuat KiPerPon. Kalau sekarang sih nggak usah ditanya kenapa sering perpal di Jakarta.
 
Kehadiran Sang Gajah segera kami dekati, yup seperti yang sudah diduga, kali ini Hino RK-8 body New Travego Smile yang bertugas. Berbekal dua lembar tiket untuk seat 19-20 kami check in ke dalam lambung gajah jepang ini. Satu tas ukuran sedang langsung aku letakkan di bawah kursi nomor 20. Kutebarkan pandangan, konfigurasi seatnya lumayan unik. Seat kiri berjumlah enam baris, namun di depan pintu belakang masih tersedia space untuk satu kursi lagi. Jadi jarak antar bangku masih menganut 7 baris, namun yang dipasang cuma enam. Itulah sebenarnya yang menjadikan alasan kenapa sedari awal aku pilih seat 19-20, padahal ada seat kiri yang lebih depan. “Mbak saya minta yang kanan ” begitulah special requestku saat menebus tiket minggu sebelumnya. Di ruang kosong tersebut terhampar kasur matras, mungkin untuk istirahat crew-nya.

http://img837.imageshack.us/img837/2113/pulogadung2012050601008.jpg
AA1616N

Sebelum berangkat, petugas agen melakukan kontrol. Saat itu oleh mas-mas agen kami ditawari seat 11-12 kosong, ya sudah laah, mau aja maju:) happy. Pukul  16.35 Sang Gajah dengan nomor registrasi AA1616 N meninggalkan Terminal Rawamangun. Tidak melewati pintu Tol Pedati, namun bus diarahkan menuju Arion Mall, kemudian berbelok kiri menyusuri jalan Pramuka. Posisi sandaran punggungku yang tanggung antara rebah dan tegak membuatku tidak nyaman. Segera tangan kiriku meraba-raba lokasi biasanya tuas recleaning seat berada. Heh??? Kok nggak ada..... kutengok tempat dimana biasanya tuas recleaning seat berada, ya ampuunnn....!!!! tuasnya sudah hilang!!!:(( crying, yang ada tinggal lubangnya tempat biasanya recleaning seat menyembul dari dalamnyaX( angry. Mau pindah lagi ke seat 19-20 kok repot, dan ngisin-isini. Di posisi seat nomor 20 Papahku nyaman saja karena baik recleaning seat maupun leg rest berfungsi dengan baik.
 
Bus masuk Tol Lingkar dalam yang kebetulan juga tidak terlalu ramai, perangkat audio sempat berdesis sejenak, tanda akan ada yang bernyanyi. Hmm hiburannya apa yaa?? Penasaranku. Sekian detik kemudian yang muncul justru olah vokalnya Ayu Ting-Ting dalam lagu Alamat Palsu. Not interested ah..[-( not talking
 
16.54 Sang gajah mulai menapaki permadani Hitam Cawang-Cikampek, sebuah Setia Negara “Al Faruq” langsung mempecundangi dan menyisakan kepulan asap kepada sang gajah yang sedang mengambil nafas:-& sick. Style mengemudi driver pertama cukup kalem, tidak memforsir power melimpah dibalik chassis hino RK-8 ini. Kendati berjalan kalem dalam kisaran 70-80kph, bukan berarti Sang Gajah hanya menjadi bulan-bulanan. Sumber Alam Legacy Hino RK-8 langsiran 2010 AA1503AL jurusan Klaten berhasil dilewati dari sisi kiri. Melintasi Jatibening tampak Setia Negara “Al Faruq” menepi, mengais penumpang yang memerlukan tempat berteduh karena hujan turun merata. Sejurus kemudian hujan bertambah deras menyebabkan lalu lintas di dalam Tol semakin merayap. Dalam kepadatan lalu lintas sore itu, Sahabat Legacy dengan kode PC45 yang membawa rombongan anak TK berhasil mengambil celah untuk melewati busku. Dalam kepadatan lalu lintas ini snack dibagikan[]--- cook.
 
17.15 melintasi KM 20, kondisi hujan mulai mereda, kecepatan dapat ditingkatkan, meskipun masih dalam kisaran kecepatan standard. SA Bisnis Non AC 200082 Panorama DX dan Madjoe ploduk 261 berhasil dilewati tanpa perlawanan. Sebagian penumpang mulai menarik selimutnya. Kuamati ke barisan kursi depan, tampak seorang anak usia 10 tahunan dengan bapaknya yang berpotongan cepak, mirip “anggota”, sementara bangku deretan kedua diisi rombongan makhluk halus era 70an. Agak lupa aku dengan penumpang di seberang kami. Dari deretan penumpang depan tampak segmen pasar Safari Dharma Raya, sepertinya kaum mapan. Bukan para pemburu waktu, apalagi kaum kompor yang setia di barisan terdepan>:) devil. Ada hal menarik saat kuperhatikan lantai kabin yang basah, oh ternyata dari atas, tempat pintu emergency exit yang diatas bocor#-o d'oh!.
 
17.25 Driver pinggir mengambil tiket Tol, kondisi lintasan telah mengering, sehingga tetesan air dari emergency exit juga berhenti. Kernet bus ini beranjak dari kursi CB, kali ini untuk mensensus tujuan masing-masing penumpangnya. Tiba di penumpang depanku (Makhluk halus era 70an) “Kowangan, ngerti po ra??” weww.....#:-S whew!..galak juga nih emak-emak. Kernet muda ini hanya mengangguk, “nggih bu” jawabnya. Kami yang menyaksikan adegan itu cuma senyum:P tongue. Sisa cerita di dalam Tol adalah Bhinneka “Dewi” ngeblong secara sadis. Begitu pula dengan Karunia Bakti N63 new face yang masuk saat driver pertama menjalankan aksi netral. Hiburan dari sisi blong-blongan adalah SJ 52zx. Lanjut lagi daftar bus yang mengovertake adalah Ros In 348, MGI m0803 koridor Bandung-Bogor. Menara Jaya “NOK DIAN” G1409BB memperpanjang daftar bus yang ngeblong saat kami melaju santai di depan Rest Area KM 57. Shantika Merah Bayu Furindo menjadi bus terakhir yang menyalip kami tepat di KM 60.
 
Keluar Tol Cikopo bus melaju santai dengan kaca pintu kiri depan dibuka, masuklah empat orang, yang menarik dari keempat orang itu dua orang perempuan usia 27-30an, satu orang memakai anting besar, seperti mau show.Lalu lintas Cikampek sore itu kurang bersahabat, bahkan bus diarahkan masuk ke kota Cikampek.
 
18.24 Masih dalam kemacetan di kota Cikampek, Luragung Jaya kuning “Layung Sari” membuka jalur, sehingga semakin memperparah kemacetan. Dalam kemacetan ini aku memilih untuk menarik selimut, mencoba menikmati menjadi penumpang kelas Eksekutif. Badanku kumiringkan, mencoba mencari posisi paling nyaman di atas bangku yang tidak bisa disetel ini:-& sick.
 
19.33 Aku terbangun saat melintas Fly Over Pemanukan bersama HS 163 Jetbus. Lumayan juga laju sang gajah saat aku terlelap. Kubangunkan Papahku, sebagai persiapan untuk makan malam, karena RM Taman Sari sudah tak seberapa jauh. Masuk ruang servis makan yang remang-remang (remang-remang karena lampu neon di dalam ruang makan ditutup dengan kertas minyak) kami segera menuju ruang servis makan. Papahku mengambil menu ayam goreng dua potong karena tidak tahu, eh ternyata Mbak-Mbak yang bertugas diam saja, ah ya sudah ikutan ambil dua potong. Hehehe...:P tongue

http://img20.imageshack.us/img20/8632/img2012050601010.jpg
Suasana remang-remang di dalam Ruang Makan

20.20 Beranjak meninggalkan Rumah Makan, cukup lama waktu servis makannya. Baru beberapa langkah dari rumah makan, sebuah Purwo Widodo Mulyo body AP lawas langsung ngeblong. Meskipun sama-sama dari RM Taman Sari, mungkin Purwo Widodo sudah telat, sehingga langsung mengambil inisiatif untuk lari terlebih dulu.  Di belakang Purwo Widodo Haryanto Ocean 1525 langsung melibas kami, kalau yang ini bukan karena telat, tapi memang karena habbitnya sebagai Muriaan. Lampu kabin yang temaram menyeret sebagian besar penumpang untuk tertidur, gaya mengemudi driver tengah yang 11-12 dengan driver pinggir harus diakui memang handal dalam mengedepankan kenyamanan, terlebih jika menilik chassis RK-8 keluaran lama yang terkenal keras yang mengusung body New Travego AA1616N ini. Santoso AA1469AA “Lumintu” yang sedang bertugas menjadi seri C Lebak Bulus-Mampang-Pulo Gadung-Wonosari dengan kelas Bisnis Non AC melintas tanpa permisi terlebih dahulu melalui sisi kanan. Setelah salah satu tetangganya ini melintas, perlahan sang gajah mulai berlari kecil, Kedua bus kemudian berjalan beriringan.
 
20.40 konvoy kedua bis berakhir saat Sang Gajah berhenti di depan Yogya Mart Patrol untuk menaikkan dua orang lagi. 
 
20.47 Melintas di Eretan, jalan yang berhimpitan dengan garis pantai Jawa Barat, tampak empat buah Sinar Jaya menepi karena ada salah satu yang trouble. Salah satu dari keempat bus tersebut adalah 18J ex Batavia Express yang dulu terkenal itu.
 
21.28 Melintas Loh Bener, mengambil jalur baru. Kembali jarak dengan Santoso “Lumintu” mampu dirapatkan, begitu juga dengan Kompatriotnya Safari OBL Eksekutif jurusan Solo. Sempat tertinggal dala adu sprint vs Santoso, perlahan namun pasti Santoso berhasil didekati, kemudian diovertake dari kiri.=D> applause=D> applause Applause dah, Sang Gajah menang long run. Amukan gajah terus berlanjut dengan korban Handoyo front engine, Sumber Alam Ekonomi Panorama DX, Gunung Mulia Panorama 3 AD 1611.... dengan nomor absen 23. 
 
21.56 Masuk Tol Palimanan ekspektasiku akan “amukan Sang Gajah” mulai meninggi, namun yang terjadi justru sebaliknya, bus hanya melaju gontai di kisarang 60kph dan ada pada lajur kiri#-o d'oh!, memberi jalan lebar-lebar untuk Gunung Mulia yang tadi sudah di overtake untuk melenggang di depan. Berturut-turut di belakangnya GMS, Santoso “Lumintu”, PKProteus, dan Shantika BP Scorpion King sebelum melewati Gerbang Tol Plumbon. 
 
22.12 Laju bus masih belum berubah, kali ini Goodwill “Labas” body mirip Gran Aristo dan Haryanto Netral melaju kencang kali ini dari sisi kiri. Tidak melulu menjadi korban blong-blongan, Sang Gajah masih menunjukkan ke-digdayaannya atas Sumber Alam Nucleus, dan Sinar Jaya evolution RS. Muji Jaya Kuning dan Haryanto Purple menjadi bus terakhir yang kuidentifikasi membalap busku, sebelum aku bergabung dengan penumpang yang lain untuk sama-sama terlelap I-) sleepyI-) sleepy.
 
1.33 Melintasi Alas Roban jalur lama berbarengan dengan Dedy Jaya Purwodadi, hmm nggak bisa dikatakan terlalu pelan nih pikirku. Kembali kubangunkan Papahku, karena RM Sendang Wungu juga sudah di depan. Sampai di Rumah Makan, telah berjajar rapi berbagai macam aneka rupa gajah, ada yang berbody slempang dengan jurusan Klaten, ada pula New Marcopolo SE, dan tak ketinggalan Safari Dharma Jaya (OBL Non AC).
 
2.20 perjalanan kembali dilanjutkan, empat puluh menit di rumah makan kami manfaatkan untuk makan wedang ronde, eh atau minum wedang ronde yaa??? Yang jelas bayarnya cukup lima ribu rupiah per porsi tanpa ninggal rokok lhoo..=)) rolling on the floor=)) rolling on the floor..
 
Melintas Kalikuto sebuah evonext jadi-jadian milik PO Selamet berhasil membalap kami. Pertigaan lingkar Weleri diblong oleh Sang Gajah yang melaju lurus menuju kota Weleri, untuk kemudian berbelok menuju arah Sukorejo. Selepas pertigaan Jalan Sukorejo, kembali kami berhenti, kali ini karena OBL non AC sedang berhenti mengganti ban. Sejenak berhenti kami melanjutkan lagi perjalanan, meninggalkan OBL non AC yang sudah ditemani dua bus lainnya. Meliuk-liuk membelah hutan terasa enteng bagi Hino RK-8 ini, terlebih karena penumpang yang tidak penuh, sehingga turut mengurangi beban sang gajah dalam menaklukkan pegunungan.
 
Sukorejo lanjut, Candiroto lewat, Ngadirejo bablas, sepertinya kami bakal menjadi penumpang yang pertama turun. Tepat pukul 04.00 kami sampai di Pasar Kayu Parakan. Thanks to OBL “Gajah Temanggung” AA1616N. :) happy

Pertama kalinya ngebis di Borneo.


Kamis 19 Desember 2013.

Minggu-minggu ini menjadi putaran terakhir di penghujung tahun 2013. Ada hal yang berbeda dari minggu-minggu sebelumnya, sesuatu yang ditunggu akhirnya datang juga. Yaa, apalagi kalau bukan cuti tahunan yang sudah di depan mata. Maklum semenjak berada di tempatku sekarang ini, nyaris mustahil untuk menjadi kaum PJKA (bukan 100% mustahil karena di Oktober-November lalu aku masih bisa menikmati 2x PJKA berturut-turut).

Selesai urusan sana-sini, sore hari aku telah stand by di depan tempat kerjaku, yaa posisi yang strategis untuk menunggu bus menuju Banjarmasin/Balikpapan. Seorang teman menawariku untuk memberi tumpangan menuju halte/tem-teman terdekat. Rejeki pantang di tolak, apalagi di tanah seberang, pamali hukumnya. Meskipun sebenarnya tidak perlu pindah ke tem-teman pun tidak masalah, karena bus bisa di-awe-awe dari depan tempatku kerja. 

Agaknya yang tampaknya rejeki belum tentu benar-benar rejeki. Belum sampai di tem-teman, tampak bus Jahe Raya Patas AC model Genesia telah beranjak ke selatan. Cukup tau aja (ikut bahasa yang lumayan populer saat ini) di sini body Genesia lumayan “uwoooww” apalagi dengan kondisi body yang memang masih kinclong. Itu juga belum lagi jika dilihat dari tarif bus Patas AC yang hanya lima ribu perak lebih mahal dari tarif bus ekonomi non AC. Seandainya mau mengasihani diri mungkin sudah kunyanyikan lagu “lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia”......ealahhh.... Bus dari perusahaan dengan tiga lini usaha (bus reguler, pariwisata, dan angkutan karyawan) yang juga pemilik pertama Jetbus HD dengan plat KT itu melenggang berlalu ke selatan. 

18.05 aku telah sampai di tem-teman, dengan sebuah bus ekonomi terparkir di depanku, bus Samarinda Lestari model selempang entah buatan karoseri mana. Bus bermesin Nissan Diesel front engine ini masih mulus juga, menandakan alam di sini cukup bersahabat terhadap keawetan body bus, atau mungkin kepiawaian perawatan body, atau apapun juga yang jelas cukup eyecatching lah menurutku. Bagaimana menurut anda?? Silakan dinikmati, dan dikomentari sendiri-sendiri, syukur kalau ada waktu dicicipi sendiri ke sini (selama saya masih di sini, saya siap jemput dan bantu akomodasi  semampu saya).

Samarinda Lestari Bumel

Apakah saya putuskan naik bus ini? Nanti dulu, siapa tahu ada Patas AC di belakangnya?? Masyarakat pengguna bus di sini biasa mengatakan kalau naik bus di sini untung-untungan, kadang dapat Patas, kadang dapat Ekonomi. Ahh tenane?? Perasaan kalau lagi pulang dari makan siang antara jam 13.30-14.00 selalu Meranti Etam evonext yang parkir. Dugaanku sih mungkin ada jam pemberangkatan yang tetap, tapi karena tem bus ekonomi dan Patas AC dijadikan satu line, dan ditambah kurang perhatiaannya masyarakat terhadap dunia perbis’an, maka seolah bis-bis di sini berangkat secara acak. Sepuluh menit kemudian tampak bus Lintas Raya (Jahe Raya grup versi non AC) masuk tem-teman. Apeessss Jhonn, ekonomi maneh....... ehh tunggu dulu, ternyata Lintas Raya cuma mau mengantar segelintir penumpangnya ke Samarinda Lestari karena okupansi jauh dari ekspektasi. Jadilah SL pink ini masih ngetem.

18.30 Tampak dari arah jembatan Mahakam sebuah bus dengan lampu mayang di atasnya, waahh ekonomi maneh....dari kejauhan sudah kuidentifikasi sepertinya Meranti Etam mitsubishi Front Engine. Maklum, meskipun sudah pukul 18.30 di sini belum sepenuhnya gelap. Meranti Etam “nano-nano” segera menepi, mengisi lapak yang ditinggalkan Samarinda Lestari. Ganjal dari logam berbentuk Prisma segera dipasang oleh asisten pengemudi. (kalau di Jawa biasa ganjal dari kayu ya? Ini di kalimantan yang notabene kayu-nya lebih gedhe dan banyak kok ganjalnya malah dari logam?).
Masih mau nunggu Patas?? Masih laahhh, jarang-jarang ngebis di sini, sekali ngebis harus yang sitimewa. Harus Jetbus HD dengan lampu kolong & Strobo dan bermanufer ciamik saat menikung ke kanan selepas jembatan Mahakam...haiiiissshhh....... Okelah, untuk kali ini aku cuek di samping bus, tak beranjak sedikitpun selain karena masih menunggu peluang dapat bus lebih bagus, juga karena tas punggungku yang beratnya lebih dari sepuluh kilo ini seolah menjadi jangkar buatku. Nanti saja, kita lihat bus apa yang menyusul, kalau Patas maka aku naik Patas itu, kalau ternyata Ekonomi yaa langsung masuk ke “nano-nano” wanna be ini.
Meranti Etam "nano-nano" wanna be


18.50 Dari arah Jembatan Mahakam tampaklah Pontiac Prima Nissan RB masuk, hendak mengisi tem-teman. Ok-lah, berarti jodohku dengan si “nano-nano” wanna be ini. Baru saja meletakkan pantat di kursi barisan dua dari kiri dan tas di sebelahku, masuk Pak Mandor ke dalam bus “yaaa, oper ke bus belakang” perintahnya kepada seluruh penumpang. Duhh bukan repotnya pindah yang jadi masalah, tapi tampak seperti orang bego-lah aku di petang itu. Dari tadi hanya di luar saja, giliran ada bus mau perpal malah naik ke dalam. Untung di sekitar situ nggak ada Lek P*, atau Cak P*, atau Ko H* yang pastinya bisa menertawakanku sampai berguling di lantai....berguling di lantai.....

Beruntung kursi keramat masih sempat kuamankan di bus dengan cat agak kusam itu, beberapa waktu lalu aku sempat menyaksikan bus ini eMBeKa di dekat SPBU Gunung Lipan, tak seberapa jauh dari tempat kerjaku. eMBeKa apa itu, silakan japri ke Iwan “heuheu” Kurniawan sebagai pencetus kosa kata ini yaa.... yang jelas bus eMBeKa di Jawa dan di Kalimantan ada kesamaan, yaitu disematkan ranting di bagian belakangnya. Semoga malam ini aku nggak Jackpot dapat eMBeKa juga. O ya, hari ini aku cuma mau ke Balikpapan saja, tidak ada misi mengejar check in di airport, jadi mau kalem aja akurapopo. Paling cuma nggak enak kalau sampai Balikpapan kemalaman, karena aku nanti malamnya numpang perpal di rumah teman di Balikpapan, ga enak kan kalau sampai larut malam ketuk-ketuk rumah orang.

19.05 Bus mulai beranjak dari tem-teman, entah bus apa yang menyusul di belakangnya, aku enggan mengecek. Kalau misal Patas AC, nanti malah makin nyesel. Bus berjalan perlahan, okupansi penumpang sekitar tiga puluhan, sekitar tiga perlima dari total seat tersedia. O ya, ada yang beda di sini. Penumpang sudah “digunting” oleh Pak Mandor sejak masih di tem-teman tadi. Secarik tiket resmi langsung diberikan bersamaan dengan perpindahan uang sejumlah dua puluh lima ribu itu. Bagaimana dengan penumpang “meteran”?? sepertinya langsung bayar ke crew. Jelang keberangkatan, Pak Mandor memberikan uang jatah solar ke pengemudi bus ini. Nominal dua ratus dua puluh ribu. Sementara uang dari hasil guntingan tadi dibawa pulang oleh Pak Mandor, untuk disetorkan tentunya. Bagi anda yang senang perhitungan uang jalan, tentunya bisa menghitung berapa jarak antara Samarinda ke Balikpapan dari keterangan nominal uang solar itu.
Tiket

Laju bus hanya di kisaran dua puluh hingga empat puluh kph. Menyusuri rute Gunung Lipan (di sini Gunung artinya bukit, jangan bayangkan Gunung lengkap dengan kawahnya), lurus menuju Pasar Harapan Baru, Pasar Loa Janan, menyusuri jalan lama yang sejajar dengan alur sungai Mahakam. Tampak kerlap-kerlip lampu Kapal di tengah sungai sana, dan diselingi silaunya lampu sorot di galangan kapal yang menyebar di tepi kanan-kiri sungai. Sesekali laju bus melambat saat berpapasan dengan bus ¾ angkutan Karyawan, berbeda dengan bus mitsubishi ¾ di Jawa, bus karyawan di sini hampir semua HD karena menggunakan penggerak roda 4x4 modifikasi. Bus-bus tersebut harus menggunakan penggerak roda 4WD karena harus keluar masuk area Tambang yang terkadang berlumpur. 

Pertigaan Koramil Loa Janan, bus berbelok ke kiri, menjauh dari tepi sungai Mahakam. Apabila lurus maka akan menuju ke Loa Duri, karena malam ini aku mau ke Balikpapan, bukan Loa Duri maka cerita tentang Loa Duri di skip aja, ceritakan di lain waktu. Per-nyeser-an kali ini mampu menjaring sekitar lima sampai enam orang. Semoga batu bukan penumpang meteran

19.36 Pertigaan By Pass. Jika lewat By Pass mungkin lebih hemat waktu sepuluh menit. Di depan Yard Cipaganti, laju bus mulai ditambah. Baru sekitar satu kilometer melaju, penumpang meteran pertama turun, Seorang wanita muda tergolong “makhluk halus”, empat puluh lima menit waktu yang dihabiskan untuk dari tempat ngetem sampai di depan Gang Pemukiman “Purwosari” tempat dia turun, mungkin dua kali lipat dari waktu tempuh menggunakan kendaraan pribadi. Ongkos senilai sepuluh ribu rupiah diberikan ke asisten driver. 

Perjalanan dilanjutkan lagi, kali ini no nyeser karena sudah bukan daerah padat. Tampak Nissan rear engine ini masih OK dalam memberikan daya dorong. Bahkan engine yang pernah jadi salah satu “engine besar” di jamannya ini terlalu besar memberikan daya dorong, sehingga pengemudi tidak mampu menampilkan driving style yang halus dalam melahap jalur poros yang berkelok-kelok. 

Jam berapa aku lupa, bus berhenti di seberang SPBU Loa Janan, tepatnya di KM 21 Poros Samarinda-Balikpapan untuk mengasup “minuman energy”nya. Kok di seberang?? Yups....solar yang digelontorkan ke dalam tanki bahan bakar bukanlah solar dari SPBU melainkan solar eceran, yang biasa kami beli seharga tiga puluh lima ribu rupiah per jerigen “b*moli”, entah takaran pas atau tidak. Kali ini crew memborong senilai empat puluh liter, atau setara dua jerigen besar. Bagi anda yang tertarik  dengan perhitungan pengeluaran solar, maka anda dapat menjawab berapa banyak crew nombok karena beli solar eceran. Bukan begitu??? Heuheuheu.... Di seberang sana sendiri tampak papan pengumuman di depan SPBU “Solar dalam pengiriman” dipajang di mulut SPBU  (hal biasa ini di Kalimantan, beda dengan di Jawa yang Solarnya hampir selalu tersedia). Di tempat inilah aku sempatkan mengabadikan bus yang membawaku menuju Balikpapan.
Pontiac Prima-Bone Indah Raya

Semua penumpang telah kembali ke posisi masing-masing. Pengemudi memasukkan tuas persneling ke posisi 2, sambil menekan kopling penuh. Handbrake dinonaktifkan. Bus menggelinding pelan karena kontur jalan yang menurun landai. Saat kopling diangkat, “greeeennngggg.......” engine aktif. Yaa beginilah cara menyalakan engine ala Pontiac Prima. Mungkin karena lemah di sistem starternya. Bus melaju tanpa membuang waktu. Tak usah khawatir bus banyak berhenti menaik-turunkan penumpang, karena di sini tidak banyak perkampungan atau pusat keramaian. Penumpang meteran kedua turun di KM 40an.

20.20 bus mulai memasuki kawasan Hutan Soeharto. Di luar sana mulai hujan, membuat laju kendaraan kedua arah tidak bisa maksimal, terlebih dengan alur jalan yang berkelok menembus hutan tanpa signal seluler ini. Beruntung lajur menuju Balikpapan tidak terlalu padat.

20.47 Dua orang melambaikan tangan membuat bus menepi jelang akhir dari wilayah Hutan Soeharto. Entah apa yang dilakukan kedua orang ini di pinggiran hutan.

20.52 Keluar dari Kawasan Hutan Soeharto, yang ditandai dengan Rest Area “Tahu Sumedang” yang mengapit badan jalan. Sedikit OOT tentang Rest Area ini, seluruh karyawan/i di Rest Area ini “diimpor” dari tanah Priangan. Lokasi yang relatif di tengah Poros Samarinda-Balikpapan membuat Rest Area ini selalu ramai kendaraan yang melintas Samarinda-Balikpapan ataupun sebaliknya, sebagai tempat relaksasi pengemudi ataupun penumpang, apalagi yang tidak biasa bepergian jauh.

20.58 Bus menepi di sebuah perkampungan, entah apa nama daerahnya. Asisten driver turun di tempat ini. Lhoo...??? praktis sekarang hanya tinggal pengemudi sendirian sebagai awak kabin. 

Perempatan Samboja, dua penumpang turun,berikut satu orang naik. Aku pun berpindah ke posisi CB untuk mengabadikan aksi goyang ngeblong sang pilot, ehhh......maksudnya membantu proses loading-unloading, membuka dan menutup pintu bus, membantu meringankan beban sang Pengemudi. Pak Pengemudi mempersilakan untuk duduk di kursi CD sebelahnya. Mungkin lebih layak dari posisi CB yang hanya ada bangku sekedarnya. Kami mulai membuka pembicaraan. Bapak ini tidak segarang tampilannya yang gondrong. Beliau cukup ramah dan sepertinya senang dengan adanya teman ngobrol dalam menyelesaikan sisa tugasnya malam itu. Beliau bercerita tentang bus Samarinda-Balikpapan yang sudah lama digelutinya, termasuk juga tentang beberapa armada Bone Indah Raya grup yang pernah diawakinya (Bone Indah Raya-Meranti Etam-Pontiac Prima satu grup). Sedikit banyak aku mendapat informasi tentang dunia per-bis-an di Kaltim ini. Dengan logat Sulawesi Selatannya bapak ini menceritakan dengan gamblang, termasuk beliau juga memuji evonext-evonext terbaru Bone Grup, sebagai body yang stabil dan nyaman bagi penumpang.

Tak terasa lebih dari setengah jam kami ngobrol, bus telah memasuki keramaian kota Balikpapan. Pertigaan arah Pelabuhan Kariangau bus menurunkan beberapa penumpangnya. Semua lewat pintu depan dengan aku sebagai penjaga portalnya. Hmmm mengingatkanku dengan “jobdesk” jaman waktu muda lagi kurus dulu saat menjadi “palang pintu belakang” Tri Sakti.a sepanjang Magelang-Semarang kala berangkat kuliah dulu.

Penumpang berikutnya adalah rombongan seorang bapak dengan dua anaknya. Anak yang kecil aku angkat pinggangnya saat hendak menuruni tangga yang tentunya terlalu tinggi untuknya. Hehehehehe masih lincah juga yaa aku dlm urusan ini.

Bus berbelok ke arah Terminal Batu Ampar tepat dengan tercurahnya air dari langit dengan derasnya. Semua sisa penumpang turun di Terminal Batu Ampar. Tak lupa aku ucapkan “maturnuwun pak”, ehhh mana dia paham....”terima kasih Pak” kalimat perpisahan dariku, seraya kemudian membuka pintu dan lari ke tempat berteduh. Beberapa angkutan kota menunggu kami di sekitar bus. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 saat aku dan dua penumpang lain berhasil me-nego angkot hijau untuk mengantar kami menjauh dari rute seharusnya.  Di Balikpapan ini, angkotnya lumayan flexibel, mau mengantar penumpang menyimpang dari rute seharusnya apabila tawaran dari penumpang cukup menarik, terlebih di malam hari. Untuk fasilitasnya, angkot di sini menggunakan mobil Carry Futura mayoritas, dan semua bangku utama menghadap ke depan yang semuanya ada sandaran punggungnya + dua bangku tambahan menghadap ke pintu tengah. Yang special adalah angkot di sini anti ngetem berlama-lama kecuali di titik start. 

Pukul 22.15 aku sampai di rumah teman yang hanya sepelemparan batu dari stadion Persiba. Meskipun sudah larut malam, tapi untungnya teman di sana masih mau membukakan pintu..hehehhe....

*T*A*M*A*T